SOLOPOS.COM - Ilustrasi harta kekayaan. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Sebanyak 99,99 persen pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2022 per 28 Februari 2023.

“Ini berarti satu bulan lebih awal dari tenggat waktu yang ditetapkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam konferensi pers Sinergi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Pengawasan Pegawai Kemenkeu di Jakarta, Rabu (1/3/2023).

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Bagi pegawai yang tidak menyerahkan LHKPN maupun Laporan Harta Kekayaan (LHK), ia menegaskan akan memberikan tindakan disiplin sesuai ketentuan.

Pegawai Kemenkeu yang wajib menyerahkan LHKPN merupakan pejabat negara. Namun bagi pegawai yang tidak wajib menyerahkan LHKPN, Kemenkeu tetap mewajibkan untuk memberikan LHK melalui sistem internal Kemenkeu yakni Aplikasi Laporan Pajak dan Harta Kekayaan (ALPHA).

Adapun LHKPN 2022 disampaikan melalui sistem KPK paling lambat 31 Maret 2023, sesuai dengan tata kelola yang ditetapkan KPK.

Suahasil mengungkapkan Kemenkeu secara internal mengimbau pegawai untuk menyerahkan LHKPN lebih awal sebagai disiplin pegawai dan percepatan agar tidak menumpuk pada Maret.

“Kami menjaga serta memastikan agar LHKPN dan pelaporan data internal Kemenkeu tetap disiplin,” ujarnya.

Bagi pegawai yang tidak disiplin, kata dia, akan diberikan tindakan disiplin menggunakan kebijakan three lines of defense, yaitu pegawai akan dipanggil oleh kepala kantor untuk memperbaiki kesalahan. Jika tetap tidak ada perbaikan, pegawai akan dipanggil oleh unit kepatuhan internal di Direktorat Jenderal yang menaunginya.

Kemudian jika masih tidak disiplin, pegawai akan dipanggil oleh Inspektorat Jenderal Kemenkeu.

Ia menjelaskan sistem ALPHA Kemenkeu terkoneksi dengan sistem data LHKPN di KPK. Dat tersebut kan digunakan untuk dua analisis lebih lanjut. Pertama, analisis formal yang merupakan kelengkapan berkas, kepatuhan penyampaian, dan seluruh kelengkapan lainnya yang bersifat administratif .

Analisis kedua yakni mengenai aspek material yang dilakukan untuk menilai kewajaran kepemilikan harta yang dikitkan dengan profil pegawi bersangkutan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan 99,98 persen pegawai Kementerian Keuangan sudah melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Laporan Harta Kekayaan (LHK) pada 2022.

Sementara pada 2021 sebanyak 99,87 persen dari 79.439 pegawai Kemenkeu dan 99,86 persen pada 2020 telah melakukan pelaporan LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan LHK kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

“Kemenkeu pun telah melakukan tindakan disiplin bagi pegawai yang tidak melaporkan LHKPN dan LHK,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta, Jumat.

Kewajiban seluruh pegawai Kementerian Keuangan untuk melaporkan LHKP dan LHK merupakan bagian dari upaya Kementerian Keuangan mencegah terjadinya fraud.

Dari data LHK dan LHKPN tersebut, Inspektorat Jenderal melakukan analisis terhadap data laporan harta kekayaan yang disampaikan oleh pegawai. Dalam melakukan analisis, Inspektorat Jenderal Kemenkeu melakukan kerja sama dengan instansi terkait.

Inspektoral Jenderal memanfaatkan Informasi tersebut untuk melakukan pembinaan dan penegakan disiplin.

Kemenkeu juga membuka saluran pengaduan Whistleblowing System (WISE) yang dapat ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan mulai dari verifikasi sampai investigasi yang dapat berujung penjatuhan hukuman disiplin.

“Kementerian Keuangan juga akan terus menjaga integritas seluruh pegawai melalui sistem Kerangka Kerja Integritas (KKI) yang diimplementasikan oleh tiga lini, yakni manajemen sebagai pimpinan unit kerja masing-masing, unit kerja kepatuhan internal di masing-masing unit eselon 1, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan,” ucapnya.

Masyarakat Diminta Tetap Taat Pajak

Di sisi lain, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta masyarakat tetap mematuhi kewajiban untuk membayar pajak. Hal ini disampaikan Ma’ruf setelah dirinya mendengar kabar soal protes antibayar pajak.

Adapun protes antibayar pajak ramai di berbagai media sosial setelah kekayaan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo, terungkap ke publik. Rafael adalah ayah dari tersangka kasus penganiayaan terhadap D, Mario Dandy Satrio.

“Saya kira tidak tepat kalau kemudian hal yang seperti itu menjadi isu dan kemudian timbul ketidakpercayaan [membayar] pajak,” terang Ma’ruf dalam keterengan tertulis dikutip, Rabu (1/3/2023).

Menurutnya, masyarakat kini hanya perlu menyampaikan tuntutan mengenai langkah pembenahan dan perbaikan yang perlu dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Namun, jangan sampai muncul tuntutan enggan untuk membayar bajak.

Hal tersebut dinilai sebagai tindakan yang kurang bijak. Di sisi lain, dirinya pun menyebut bahwa seluruh langkah yang diambil oleh Kementerian Keuangan sudah tepat, terutama terkait keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mencopot Rafael dari posisinya sebagai Kepala Bagian Umum di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II.



“Dan apa yang terjadi dengan peristiwa penganiayaan, kemudian orang tuanya dianggap memiliki kekayaan yang terlalu besar, saya kira Menkeu sudah melakukan langkah perbaikan dan bahkan akan terus juga melakukan penelitian (pemeriksaan) kepada yang lain-lain,” tuturnya.

Sebelumnya, harta kekayaan Rafael menjadi sorotan publik usai mencuatnya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh sang anak, Mario Dandy Satrio. Rafael menjadi salah satu pejabat pemerintah yang memiliki harta kekayaan jumbo.

Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) 2021, kekayaan pejabat eselon III itu bahkan mencapai angka Rp56,1 miliar. Berdasarkan pelaporan LHKPN 2021, harta kekayaannya itu terdiri atas aset tanah dan bangunan senilai Rp51,93 miliar, alat transportasi dan mesin senilai RP425 juta, harta bergerak lainnya senilai Rp420 juta, surat berharga senilai Rp1,55 miliar, kas dan setara kas senilai Rp1,34 miliar, dan harta lainnya senilai Rp419,04 juta.

Berbagai asetnya kembali menjadi sorotan usai masyarakat menemui bahwa tidak ada laporan kepemilikan mobil dengan merek Rubicon yang saat ini telah disita oleh pihak kepolisian sebagai salah satu barang bukti dalam kasus penganiayaan yang menyerang D.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya