Bisnis
Sabtu, 25 Maret 2023 - 13:57 WIB

Go Nontunai di Pasar Tradisional Solo, Pedagang Sepuh Didorong Melek Digital

Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah suporter PSM Makassar, The Macz Man, diajak menikmati dawet Pasar Gede Solo, Rabu (28/9/2022). Mereka menyampaikan terima kasih atas sambutan hangat suporter Persis Solo. (Ichsan Kholif Rahman)

Solopos.com, SOLO — Digitalisasi pasar tradisional di Kota Solo dimulai sejak 2018, melalui kampanye GNNT (Gerakan Nasional Non-Tunai). Meskipun ribuan pedagang pasar telah menerapkan transaksi non tunai, namun sebagian lainnya yakni para pedagang usia sepuh [tua] masih enggan menerapkannya. 

Implementasi program digitalisasi pasar tradisional di Kota Solo itu kemudian disinergikan dengan Solo Great Sale (SGS) di 2019 melalui kompetisi jumlah transaksi nontunai terbanyak menggunakan EDC (electronic data capture), mesin yang memudahkan transaksi pembayaran.

Advertisement

Proses digitalisasi pasar tradisional terus berlanjut setelah peluncuran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) oleh Bank Indonesia pada 17 Agustus 2019. Penerapan QRIS semakin masif dan didorong penggunaannya di masa pandemi karena bersifat contactless payment, atau mengurangi kontak fisik.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan terus mendorong penggunaan QRIS di tiga kelompok. Yakni pasar tradisional, pasar modern dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui festival Adipati (Akselerasi Digitalisasi Pembayaran Terkini). Ini jadi salah satu pre-event SGS 2021. 

Festival Adipati diselenggarakan BI menandai kesiapan Solo dalam menerapkan digitalisasi transaksi. Program yang ditinjau langsung oleh Walikota dan Wakil Walikota Solo itu mengukuhkan digitalisasi pasar tradisional melalui pembayaran nontunai berbasis QRIS.

“Dengan program Adipati Pasar Tradisional, perkembangan merchant QRIS oleh pedagang di 44 pasar tradisional Kota Solo semakin meningkat. Pada 2021, tercatat 1.381 pedagang pasar sudah menggunakan QRIS dan terus naik hingga saat ini,” kata dia kepada Solopos.com, Kamis (9/3/2023).

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam Seminar Nasional Bangkit Bersama dan Semakin Berdaya: Strategi UMKM Mencari Pembiayaan Untuk Bertumbuh di Ballroom Hotel Alila Solo, pada Jumat (3/3/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Nugroho menyebut onboarding merchant QRIS di pasar tradisional itu juga didukung kolaborasi dengan penyedia jasa pembayaran(PJP), Lurah Pasar dan Dinas Perdagangan, serta organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya.

Dia mengklaim tingkat penerimaan pedagang atas implementasi QRIS terus meluas. Salah satunya didorong melalui program Pasar SIAP QRIS (Sehat, Inovatif, Aman, Pakai QRIS) yang diinisasi BI bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan otoritas terkait.

Meskipun literasi pembayaran digital di kalangan pedagang pasar berusia muda sudah sangat baik. Namun, kata Nugroho, pedagang pasar yang berusia lanjut atau sepuh masih butuh sosialisasi dan edukasi. Karena itu, dilakukan pendampingan berkolaborasi dengan PJP dan Lurah Pasar di bawah koordinasi Dinas Perdagangan (Disdag). “Media juga berperan penting untuk turut menyebarkan informasi soal manfaat transaksi nontunai agar tingkat penerimaannya semakin meluas,” ucapnya. 

Advertisement

Hingga 17 Februari 2023, jumlah merchant QRIS di Kota Solo mencapai 365.225 unit atau mencapai 52,8 persen dari total pangsa pasar di Soloraya. Sebagian besar didominasi oleh pelaku UMKM dan pedagang pasar.

Berdasarkan hasil peninjauan kesiapan QRIS di Pasar Gede yang dilakukan oleh Gubernur BI dan Wali Kota Solo pada 3 Maret 2023, pedagang pasar yang mempunyai kios hampir seluruhnya sudah memiliki alternatif pembayaran menggunakan QRIS dan tahu cara menggunakannya.

“Hanya 1-2 pedagang kios dan pedagang lapak yang belum punya kode QRIS. Bagi konsumen pasar tradisional, penggunaan QRIS juga lebih disukai karena lebih praktis, tidak perlu khawatir soal uang kembalian dan hiegenis,” Nugroho  menjelaskan. Tantangan penggunaan QRIS utamanya ialah pedagang super mikro yang biasanya butuh uang tunai secara cepat sebagai modal harian, serta pedagang berusia lanjut yang masih memprioritaskan pembayaran tunai.

Salah satu Quick Response Code Indonesian Standard atau biasa disingkat QRIS yang tertempel di warung di Kota Solo, Jumat (27/1/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Secara nasional, digitalisasi pasar pada 2022 telah menghasilkan 343 Pasar SIAP QRIS. Di Kota Solo, sampai saat ini tercatat 27 pasar tradisional dari 44 pasar tradisional telah mengimplementasi QRIS. Artinya 61,4 persen pasar tradisional di Solo, pedagangnya sudah aktif menyediakan QRIS. Sedangkan 38,6 persen sisanya masih proses penjajakan.

Pada 2023, BI menargetkan kenaikan jumlah pengguna baru dan volume transaksi QRIS, salah satunya berasal dari ekosistem pasar yang sudah digital. Untuk mencapainya, BI memperluas kegiatan edukasi.

“Kami meyakini jumlah pengguna baru dan volume transaksi QRIS meningkat di 2023 dan berlanjut di 2024 untuk medukung percepatan pemulihan pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Secara umum, sambung Nugroho, antusiasme pedagang tradisional di Kota Solo sudah cukup besar dalam merespons penyediaan alternatif kanal pembayaran QRIS. Hal ini karena dukungan dinas terkait yang memberikan pengarahan kepada pedagang. 

Advertisement

Namun di sisi lain, kecenderungan pedagang untuk menerima pembayaran tunai, khususnya bagi generasi usia lanjut masih jadi penyebab implementasi pembayaran nontunai, khususnya QRIS belum optimal.

“Dengan edukasi yang lebih luas, kami mengharapkan para pedagang sudah tidak ragu lagi untuk menggunakan QRIS sebagai salah satu alternatif pembayaran nontunai,” kata Nugroho. 

Nugroho melanjutkan, dengan QRIS, pedagang mempunyai catatan transaksi penjualan lebih rapi, mencegah kerugian akibat uang palsu dan tidak perlu menyediakan banyak uang kembalian. Karena itu, masyarakat diharapkan dapat semakin menerima dan terbiasa menggunakan QRIS. “Perluasan digitalisasi pembayaran ini pada akhirnya akan mendukung peningkatan pendapatan pedagang pasar tradisional di Kota Solo,” pungkasnya.

Kode pembayaran QRIS tampak ditempel di lemari oleh pedagang kios empon-empon di Pasar Gede, Minggu (12/3/2023). (Solopos/Mariyana Ricky P.D.)

Salah satu perbankan yang mendorong digitalisasi transaksi dan literasi finansial pedagang pasar adalah PT Bank Permata Tbk (PermataBank) yang bekerja sama dengan Indobarter Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Kerja sama itu menyasar tujuh pasar tradisional di Kota Solo antara lain Pasar Legi, Pasar Klewer, Pasar Gedhe, Pasar Jongke, Pasar Kadipiro, Pasar Ikan Balekambang, Pasar Nusukan dan Pasar Palur. 

Direktur Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Sutanto, mengatakan program yang diluncurkan pada Agustus 2022 itu hingga saat ini masih terus berjalan. “Tantangan kami cukup berat karena setiap pedagang punya karakter berbeda. Kami berhasil menggandeng 280 pedagang sebagai mitra di tujuh pasar, kemudian bertambah 73 mitra pedagang yang fokus di food court Kenangan Gentan, Kabupaten Sukoharjo,” kata dia, Kamis.

Sutanto menyebut awalnya, UNS menyusun database dan karakter pedagang, kemudian membeli produk mereka untuk kemudian dijual lagi [re-seller] dan sebagian dibikinkan program nasi bungkus gratis untuk dibagikan kepada yang membutuhkan. 

“Kami juga jadi kasir bagi pedagang yang butuh kasir, dari situ kami punya data seperti apa cash-flow mereka, baru mereka kami ajak bergabung dengan terlebih dahulu memberi stimulan permodalan yang nilainya Rp300.000 hingga Rp1 juta. Nilai itu menyesuaikan omzet bulanan,” Sutanto menjelaskan. 

Advertisement

Dia menjelaskan modal itu sebagai dana awal atau deposit. Kemudian dia membantu pemasaran, lalu para pedagang tersebut baru ditawari untuk memasang kode pembayaran QRIS. Saat ini penawaran inilah, pedagang diberi penjelasan detail mengenai manfaat menggunakan QRIS. 

Selama penjajakan itu, Sutanto menemukan beberapa hal penting yang mengakibatkan tak semua pedagang bersedia menggunakan QRIS. Di antaranya kebutuhan akan fresh-money dalam waktu cepat, omzet yang tak begitu besar dan minimnya pengetahuan mereka dalam transaksi digital.

“Sehingga edukasi, sosialisasi dan literasi digital ini harus kerja keroyokan agar mereka bersedia. Pola-pola pendekatan seperti ini yang bisa dilakukan. Prosesnya memang lama,” Sutanto mengungkapkan. 

Kode pembayaran QRIS tampak ditempel di tembok salah satu kios pedagang kaus di Pasar Klewer, Minggu (12/3/2023). (Solopos/Mariyana Ricky P.D.)

Di Pasar Klewer, Sutanto bertemu dengan pedagang yang merupakan anak-anak muda penerus usaha keluarga mereka. Mereka lebih melek teknologi, sehingga bisa diajak untuk bergabung. “Setiap pedagang punya karakter berbeda, sehingga pendekatannya juga harus berbeda. Pedagang sayur, pedagang kuliner dan pedagang buah punya cashflow yang berbeda,” Sutanto menuturkan.

Region Head PT Bank Permata Tbk (PermataBank) wilayah Jawa Tengah, Agus Susanto, mengatakan Program Digitalisasi dan Literasi keuangan PermataBank dengan UNS didukung para stakeholder yakni Pemkot, Komite Ekonomi Kreatif, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, Kadin, lurah pasar tradisional se-Solo dan pengurus pasar setempat. 

“Hal itu sejalan dengan program percepatan digitalisasi yang diinisiasi oleh Presiden RI Joko Widodo sejak 2019, yang kemudian dilaksanakan oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia,” kata Agus. 

Kerja sama antara PermataBank dengan UNS dalam rangka mengubah perilaku pedagang pasar tradisional dalam hal transaksi tunai jadi digital, dimulai sejak Januari 2022, melalui empat kelompok mahasiswa UNS yang menjalankan program kuliah kerja nyata (KKN) di tiga pasar tradisional. Kemudian dikembangkan ke tujuh pasar tradisional. Dari semula 225 pedagang pasar tradisional menjadi 580 pedagang pasar tradisional yang menggunakan QRIS.

Advertisement

Secara umum kendala yang dihadapi saat pelaksanaan program digitalisasi dan literasi keuangan ini ialah bervariasinya pemahaman terhadap penggunaan teknologi. Ini karena perbedaan usia, tingkat pendidikan, melek atau tidaknya terhadap teknologi, hingga kapasitas gawai atau ponsel yang digunakan para pedagang. 

Kebiasaan sebelumnya juga turut mempengaruhi pola pikir para pedagang. Misalnya, para pedagang terbiasa menerima uang tunai. Sehingga ketika perlu dana cepat untuk kulakan, maka akan mudah bagi mereka jika menerima pembayaran secara tunai. Namun, ketika menerima pembayaran nontunai, mereka merasa tidak memegang uang, sehingga merasa kesulitan untuk kulakan kembali, karena belum terbiasa.

Kick Off Implementasi Kedaireka, UNS-Bank Permata di ruang pertemuan pelataran lantai 4 Pasar Klewer, pada Senin (15/8/22). (Humas Pemkot Solo)

Karena itu, perbedaan karakter masing-masing pasar juga perlu pendampingan khusus, guna mengindentifikasi kebiasaan dan perilaku pedagang maupun konsumen, hingga pendekatan yang pas untuk menerapkan transaksi pembayaran digital.

Agus mengungkapkan program ini mendukung percepatan digitalisasi pasar tradisional pemerintah dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa UNS terjun ke masyarakat guna melakukan beberapa hal. Yakni edukasi soal digitalisasi, melakukan rekayasa sosial, teknologi, serta marketing dan finansial. 

Hasilnya, program ini berhasil menjangkau 355 dari target 200 pedagang pasar, jadi pengguna baru QRIS. Keberhasilan ini membuahkan permintaan dari dua pasar di luar kota Solo, seperti Pasar Magelang dan Pasar Gagan Boyolali Desa Donohudan untuk menduplikasi program yang sama.

Agus mengakui respons pedagang berbeda-beda dipengaruhi tingkat literasi digital mereka. Pedagang yang tergabung dalam komunitas pasar cenderung lebih mudah beradaptasi, karena mendapatkan masukan dari sesama pedagang yang sudah mengikuti program ini. Karena itu pendampingan dan pendekatan berkesinambungan untuk proses edukasi perlu terus dijalankan.

“Kami berharap dukungan berkelanjutan dari para stakeholder untuk edukasi dan digitalisasi kepada para pedagang atau pelaku UMKM sehingga terbentuk sebuah pola perilaku transaksi sehari-hari secara digital dan rekayasa sosial dan finansial untuk membantu para pedagang tradisional mendapatkan akses permodalan bisa terealisasi dengan baik,” kata dia.

Advertisement

Ujung-ujungnya, sambung Agus, para pedagang tidak ragu mengalihkan putaran dana tunai ke rekening perbankan melalui teknologi QRIS, sehingga pedagang atau pelaku UMKM memiliki rekening di bank dan menjadi pengusaha yang bankable, agar potensi pengembangan usahanya ke depan bisa diberi dukungan oleh industri perbankan.

Kode pembayaran QRIS tampak ditempel di dinding oleh pedagang oprokan di Pasar Gede, Minggu (12/3/2023).(Solopos/Mariyana Ricky P.D.)

Sementara, Kepala OJK Solo, Eko Yunianto, menyampaikan guna mendukung digitalisasi pasar, telah terbit POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum. Melalui POJK itu, OJK mendorong bank umum untuk melakukan transformasi digital, meningkatkan kualitas dan layanan perbankan serta mendorong konsolidasi perbankan melalui sinergi bank dengan lembaga jasa keuangan lain dalam kelompok usaha. 

OJK juga mendorong akselerasi transformasi digital serta inovasi produk dan layanan digital. “Dengan aturan itu dan sejalan dengan program pemerintah daerah dalam rangka digitalisasi, maka saat ini beberapa Pemda telah melakukan digitalisasi retribusi termasuk digitalisasi pasar,” kata dia (1/3/2023).

Menurut Eko, kendala dalam mewujudkan digitalisasi di pasar tradisional ialah masih perlu edukasi dan sosialisasi secara masif agar masyarakat lebih familiar menggunakan transaksi digital. “Merubah budaya dari manual ke digital memang butuh waktu, karena itu butuh kerja sama semua pihak,” Eko menjelaskan.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Heru Sunardi, menyatakan kendala implementasi transaksi nontunai di pasar tradisional adalah pedagang sepuh yang tak melek internet. Mereka juga tak memiliki ponsel berkoneksi internet sehingga harus dibantu oleh anak-anaknya. 

“Sebelum penerapan QRIS, kami sebenarnya sudah mulai go-digital lewat pembayaran retribusi secara online, program e-Retribusi itu berlaku sejak 2016. Sampai saat ini memang belum seluruh pasar menerapkan e-Retribusi, tapi arahnya ke sana,” dia menuturkan (22/3/2023).

Transaksi dengan e-Retribusi di tiap pasar bekerja sama dengan bank yang berbeda, dan biasanya mereka bakal menawarkan pemasangan kode pembayaran QRIS ke pedagang. 

Advertisement
Ilustrasi transaksi nontunai (Solopos-Ahmad Baihaqi)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif