SOLOPOS.COM - Iklan penjualan pabrik di wilayah Kebakkramat, Karanganyar. (Istimewa/Lamudi).

Solopos.com, SOLO — Fenomena penjualan pabrik dan gudang marak di Soloraya selepas Covid-19.  Beradasarkan penelusuran Solopos.com, pabrik yang dijual mayoritas berlokasi di dekat pintu keluar Kota Solo.

Misalnya  pabrik dan kios yang dijual dengan harga Rp5,5 Miliar berlokasi di sekitar Jalan Tol Kartasura-Surakarta. Berikutnya sebuah pabrik garmen aktif dijual di daerah Klaten, perbatasan antara Solo-Yogyakarta yang dijual Rp80 Miliar.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Kepala agen jual beli property yakni Point Property Solo, Irwan Farhani, Senin (16/1/2023), mengatakan mayoritas pabrik memang utamanya berada di dekat jalan ke luar suatu kota agar proses pergerakan barang cepat.

“Kalau pabrik di tengah kota, memakan waktu, terhambat dengan macetnya jalan dan peraturan Pemda. Itulah sebabnya penjualan pabrik di dekat pintu tol lebih cepat karena akses mudah, pergerakan cepat, barulah distribusi ke kota dengan pengangkut yang lebih kecil,” papar Irwan.

Pabrik dan gudang di dekat pintu keluar kota itu juga disebut Irwan jadi titik berhenti distribusi barang sebelum dimasukkan ke dalam kota melalui kurir atau gudang-gudang kecil. Penjualan pabrik juga dipengaruhi permintaan pasar.

Sementara itu, seorang agen independen penjualan pabrik garmen di Klaten, Santo Putra, menyebut fenomena penjualan pabrik di Soloraya disebabkan UMK yang tinggi sehingga biaya produksi sudah terlalu tinggi.

Penyebab lainnya adalah sudah banyak berdiri pabrik baru dengan produk yang sama.

Sasaran penjualan pabrik adalah pemilik pabrik di bidang yang sama, sedangkan kisaran harga Rp2,5 M sampai Rp35 M biasanya hanya gudang semata.

Harga akan lebih mahal untuk pabrik produksi karena perlu izin, produk, serta customer. Penjualan sudah marak sejak pandemi Covid-19, menurut Santo.

“Keuntungan pabrik di Solo itu UMK lebih rendah contohnya dengan Semarang, cost produksi tentunya bisa ditekan,” paparnya kepada Solopos.com, Senin (16/1/2023).

Sebelumnya, Irwan, menduga fenomena penjualan pabrik yang sedang terjadi di Soloraya sebagai salah satu cara pebisnis dari Jakarta memangkas biaya produksi.

“Kalau jual beli pabrik itu kebanyakan dari Jakarta, di sana [Jakarta] sekarang UMR tinggi, mereka cari daerah yang UMR masih murah, di Jawa Tengah, Jawa Timur, yang istilahnya kotamadya, bukan metropolitan. Di sana [Jakarta] biaya produksi mahal karena UMR sudah tinggi, terus pebisnis itu enggak bisa bersaing untuk menjual produknya. Kalau para pebisnis itu ekspansi ke Jawa Tengah, biaya produksi bisa ditekan, harga jual ya bisa ditekan,” papar Irwan kepada Solopos.com Senin (16/1/2023).

Saat ditanya mengenai fenomena penjualan pabrik di Kota Bengawan, Irwan menyebut diduga dikarenakan efek berantai sejak Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.

“Semua perekonomian kita terhambat karena Covid-19, terus dilanjut dengan perang Ukraina-Rusia yang sangat berpengaruh di dunia usaha. Lha itu sekarang direct selling dihantam juga oleh bisnis online. Trennya sekarang dengan online market seperti Alibaba, Shopee, Bukalapak, dan banyak lainnya. Keberadaan mereka menggerus permintaan ruko,” jelas Irwan.

Irwan juga menyebut saat ini dampak lebih banyak dari keberadaan bisnis online.

“Bisnis online memangkas biaya operasional sangat banyak, semisal kalau buka ruko kita harus gaji karyawan, makanya sekarang mainnya online, beli portal-portal online untuk transaksi penjualan. Bisa juga lewat media sosial seperti Instagram, Facebook, walaupun nanti juga menggandeng kurir. Di sini kurir faktor luar, yaitu dari perusahaan jasa angkut [paket], makanya di saat seperti ini yang berkembang pesat malah biro kurir. Direct selling malah berkurang,” ujar Irwan Senin (16/1/2023).

Dijelaskan oleh Irwan, penjualan pabrik lewat Point Property Solo masih terbilang kurang. Penyebabnya penjualan pabrik tarafnya besar senilai miliaran bahkan triliunan, sehingga tidak semua pihak bisa melakukannya.

Kemampuan investor untuk membeli dan menghidupkan pabrik sangat mempengaruhi penjualan pabrik salah satunya di Solo.

“Ada isu resesi, menyebabkan ada rambu-rambu yang dipatuhi investor. Ibaratnya yang takut tidak hanya rakyat tapi juga investor,” paparnya.

Diberitakan Solopos.com sebelumnya, meski masa pandemi sudah berakhir dan kondisi ekonomi disebut mulai membaik, namun belakangan ini masih ditemukan banyaknya gudang bahkan pabrik dijual.

Penjualan properti tersebut banyak ditemukan di pasar online, termasuk di wilayah Soloraya.

Berdasarkan pantauan di salah satu situs jual beli properti, www.lamudi.co.id, Kamis (12/1/2023), terlihat adanya sejumlah pabrik, bekas pabrik maupun gudang yang dijual.

Baik yang berada di Kota Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, Klaten maupun daerah lain di Soloraya.

Misalnya pabrik dan Kios di Banyuanyar, Solo yang ditawarkan Rp5,5 miliar. Ada juga eks pabrik garmen di Serengan, Solo, yang ditawarkan Rp7,5 miliar. “Eks pabrik garmen dijual cepat akses kontainer pam listrik siap pakai lokasi Tipes Serengan Solo,” tulis penjual di situs tersebut.



Lamudi juga mengiklankan penjualan pabrik air minum aktif di wilayah Banjarsari seharga Rp3,5 miliar beberapa waktu lalu.

Di wilayah Karanganyar juga ada sejumlah properti yang ditawarkan. Selain bekas pabrik dan Gudang, ada pula pabrik yang masih aktif yang ditawarkan. Misalnya saja pabrik di Jumantono, Karanganyar yang ditawarkan dengan harga Rp20 miliar.

“Pabrik aktif di Jumantono Karanganyar Solo, luas tanah 17.100m2, lebar depan 135 m, luas bangunan 11.455 m2, ada kantor, bangunan los2an, 10 kamar mandi, listrik 3 phase 82,5 KVA atau 66000w, air sumur, dekat sungai dengan debit air sedang, akses tronton, harga 20M nego,” bunyi keterangan dalam situs tersebut.

Ada juga pabrik tekstil di Karanganyar yang ditawarlkan Rp125 miliar. Menurut keterangannya, pabrik tersebut dijual lengkap beserta mesin-mesin di dalamnya.

Kemudian di Kabupaten Sukoharjo juga ada pabrik yang dijual. Salah satunya pabrik celana dalam pria yang ditawarkan Rp5 miliar. berdasarkan keterangannya, pabrik tersebut memiliki 80 unit mesin dan jumlah pegawai 100 orang.

Pabrik dijual secara keseluruhan, termasuk tanah, bangunan, mesin, pegawai, izin, merek hingga jalur distribusinya. Tertulis juga alasan penjualannya, yakni karena pemilik sebelumnya sudah sepuh atau berusia lanjut. Serta masih ada lagi sejumlah properti di Soloraya yang ditawarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya