Bisnis
Senin, 20 Maret 2023 - 17:32 WIB

Era Bunga Tinggi, Rhenald Kasali Sebut Investor Cenderung Memilih Bisnis Real

Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Prof Rhenald Kasali (Solopos Dok)

Solopos.com, SOLO — Runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu bukti perubahan dunia ekonomi dan perbankan saat ini.

Guru Besar Manajemen Universitas Indonesia (UI) sekaligus Pendiri Rumah Perubahan, Prof Rhenald Kasali mengatakan, saat ini dunia tengah memasuki Disrupsi Gelombang Kedua yang dia sebut Era Bunga Tinggi.

Advertisement

Pakar Bisnis itu menyampaikan bahwa gelombang disrupsi kedua ini lebih dirasakan industri startup. Dia mengatakan penutupan SVB tidak akan berdampak langsung pada perbankan nasional. Meski demikian, dia menyebut mereka yang memiliki pinjaman dalam bentuk dolar akan merasakan dampaknya.

“Dampaknya [penutupan SVB] ada, tapi tidak langsung. Mungkin yang akan terkena dampaknya terlebih dulu adalah siapapun bisa start up yang meminjam dalam bentuk dolar. Karena pasti bunga dolar akan naik,” ujar Komisaris Utama PT Pos Indonesia itu dalam acara Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sharing Session yang digelar secara online melalui Zoom, Jumat (17/3/2023).

Advertisement

“Dampaknya [penutupan SVB] ada, tapi tidak langsung. Mungkin yang akan terkena dampaknya terlebih dulu adalah siapapun bisa start up yang meminjam dalam bentuk dolar. Karena pasti bunga dolar akan naik,” ujar Komisaris Utama PT Pos Indonesia itu dalam acara Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sharing Session yang digelar secara online melalui Zoom, Jumat (17/3/2023).

Menurutnya, mereka yang menanam modal di startup yang berkaitan dengan SVB kemungkinan juga akan terdampak. Lebih lanjut Rhenald menjelaskan tentang Era Bunga Tinggi yang mengakibatkan menurunnya jumlah investor sehingga biaya modal ikut meningkat.

Saat Era Bunga Rendah, para investor tertarik dengan sesuatu yang naik cepat. Kemudian, mereka menginvestasikan pinjamannya itu dengan cepat, demi menghasilkan valuasi yang juga naik dengan cepat.

Advertisement

Dia pun menganalogikan contoh-contoh di lapangan tentang turunnya pendapatan ojek online dan sepinya orderan karena perusahaan tempatnya bekerja sudah meninggalkan cara-cara bakar uang saat era sebelumnya atau era bunga rendah, yang memungkinkan para investor mendapatkan untung melalui meminjam dengan bunga rendah.

Penutupan Silicon Valley Bank tersebut menunjukkan bahwa gelombang disrupsi kali ini menyangkut perubahan paradigma bisnis

Menurut Rhenald, disrupsi gelombang pertama itu dipicu oleh bunga pinjaman rendah yang diambil investor-investor baru pemburu kenaikan valuasi.

Advertisement

Startup berhasil merebut pasar melalui teknik bakar uang yang menghasilkan top line (revenue) yang impresif dan merebut hati investor pemburu valuasi tinggi.

“Tetapi valuasi melalui metode bakar uang seperti itu belum bisa dikatakan membentuk market yang stabil,” tambahnya lagi.

Untuk menekan inflasi tinggi, sejak Juli lalu The Fed di Amerika Serikat meningkatkan suku bunga dengan cepat sehingga para investor menarik uangnya dari investasi di perusahaan teknologi ke deposito bank atau surat berharga pemerintah yang memberikan return lebih tinggi.

Advertisement

“Pengurangan sumber dana dari investor memaksa perusahaan teknologi putar arah dari valuasi ke efisiensi, dari top line ke bottom line,” katanya.

Ia mencontohkan GoTo, yang kembali melakukan penyehatan organisasi, memangkas biaya yang duplikasi.

Namun demikian dia masih memiliki keyakinan bisnis termasuk startup akan bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia seperti pertanian hingga edukasi dengan berbagai inovasi.

“Saat ini yang tersisa adalah investor yang rasional, yang saat era bunga tinggi dia tetap fokus mencari profit,” ujarnya.

Sehingga, nantinya nilai valuasi memang tidak seagresif seperti sebelumnya. Saat ini orang berbisnis atau menanamkan modal bukan soal valuasi itu lagi yang dilihat, karena sekarang yang dilihat dan menjadi fokus adalah soal profit sebagai bottom line-nya.

“Istilahnya, bisnis yang benar-benar real, profitnya bottom line, terus kemudian aspek lingkungannya terjaga. Saat ini orang cenderung lebih mendekat ke alam. Kemudian governance atau tata kelolanya baik sehingga uangnya aman,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif