SOLOPOS.COM - Ilustrasi ekspor Soloraya. (Freepik).

Solopos.com, SOLO — Wakil Sekretaris Apindo Solo sekaligus Pengurus Apindo Jawa Tengah, Sri Saptono Basuki, mengatakan konstraksi ekonomi global dan recovery pascapandemi membuat industri dan dunia usaha masih belum menginjak pedal gas untuk merekrut pegawai.

“Masih wait and see sifatnya. Kami juga berpijak pada tingkat turn over ratio (TOR) karyawan dalam rekrutmen pegawai,” papar Sri saat dihubungi Solopos.com via telepon, Kamis (4/5/2023).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Sri mengatakan ada pola khusus dari pegawai usia milenial ke bawah yang cenderung tidak betah untuk bekerja secara permanen di suatu perusahaan, yang dia sebut sebagai kutu loncat. Hal itu menjadi pegangan pemilik usaha menjadi ketat dalam proses rekrutmen.

Dia juga mengatakan lesunya ekspor di tahun 2023 membuat perusahaan belum berani merekrut banyak pegawai. Menurutnya, untuk menambah skill tertentu ke suatu perusahaan, banyak yang memilih meningkatkan kemampuan pegawai lama agar lebih ekonomis.

Namun, bagi pengusaha tidak tertutup kemungkinan menambah pegawai baru dengan skill mumpuni jika biaya untuk hal tersebut lebih ekonomis.

Sri juga mengatakan saat ini perlu peran pemerintah untuk tata kelola pasar dalam negeri, agar serapan produksi perusahaan-perusahaan lokal dapat maksimal walaupun ekspor lesu.

Menurutnya, karena pasar dalam negeri juga belum sepenuhnya tertata dan terancam produk-produk impor, serapan menurun yang mengakibatkan kapasitas produksi juga ikut terjun bebas.

Tentunya hal tersebut membuat besarnya tenaga kerja yang siap direkrut suatu perusahaan ikut turun.

Menyoroti industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Soloraya, Sri mengatakan Indonesia saat ini bersaing dengan Bangladesh dan Vietnam untuk menciptakan produk-produk berkualitas dengan produktivitas tinggi sehingga mampu bersaing secara global.

Dia juga mengatakan, Solo tidak bisa terus-terusan bertumpu pada penyelenggaraan event untuk pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi harus dapat terjadi meskipun tidak lahir dari event-event yang hadir di Solo.

Selanjutnya, Sri mengajak pihak pengusaha dan pekerja berdoa dan sama-sama berjuang melalui proses belajar serta meningkatkan skill agar mampu menciptakan produktivitas tinggi dan dapat menumbuhkan ekonomi lokal.

Ketua SPSI Jawa Tengah, Wahyu Rahadi, mengatakan serapan tenaga kerja di Kota Solo terhitung minim karena Solo saat ini tidak ada pabrik baru, sehingga tenaga kerja terserap di luar Kota Solo yaitu Boyolali, Klaten, Wonogiri, Sragen, dan Sukoharjo.

“Solo sebenarnya kota yang fokus pada perdagangan, masalahnya perdagangan di Solo masih belum tumbuh secara optimal. Dulu Carrefour ada di Solo, tapi akhirnya PHK dan outlet tutup,” papar Wahyu saat dihubungi Solopos.com via sambungan telepon, Kamis.

Sementara itu untuk scope Soloraya, menurut Wahyu penyerapan tenaga kerja sudah cukup tinggi. Namun, beberapa tahun terakhir memang masih terkendala kelesuan yang berasal dari dampak pandemi Covid-19.

Wahyu juga menyoroti tantangan pengusaha mencari tenaga kerja dengan skill tinggi yang mulai sulit. Tingginya turn over ratio (TOR) para buruh di Soloraya membuat mereka sulit cepat mendapat pekerjaan baru.

Menurutnya, fenomena TOR tinggi ini disebabkan terjadi pergeseran zaman dan budaya. Generasi pekerja milenial dan gen Z dihadapkan banyak pilihan, termasuk perusahaan-perusahaan digital. Hal tersebut membuat mereka enggan bekerja di industri padat karya.

Kondisi yang kedua, pekerja sekarang tidak betah bekerja lama di satu perusahaan saja, menurut Wahyu, banyak pekerja sekarang yang suka coba-coba dan bukan pekerja yang mau bekerja keras.

Sementara, pabrik-pabrik industri padat karya memerlukan tenaga kerja yang memiliki dedikasi tinggi dan tenaga yang kuat.

“Sering terjadi ya pekerja yang baru seminggu memilih keluar karena alasannya tidak kuat bekerja di suatu perusahaan, dan ini saya diskusikan juga kemarin dalam diskusi di Semarang, banyak perwakilan di Jawa Tengah ternyata menghadapi kondisi serupa, seperti dari Soloraya dan Pati,” papar Wahyu.

Dia mengatakan, kelabilan pekerja generasi milenial dan gen Z membuat perusahaan menjadi kesulitan untuk menambah volume produksi.

Wahyu menyarankan kepada fresh graduate dan tenaga kerja agar menyesuaikan ekspektasi mengenai pekerjaan sesuai realita.

Perlu diingat, TOR buruh bukan berdasarkan putus kerja akibat habis masa kontrak maupun PHK, sehingga menurut Wahyu, UU Cipta Kerja tidak berdampak pada tingginya TOR buruh saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya