Bisnis
Selasa, 16 Mei 2023 - 15:52 WIB

Ekspor Jateng Turun 11%, GPEI: Serba Ruwet, Problem dalam Negeri Jadi Kendala

R Bony Eko Wicaksono  /  Muh Khodiq Duhri  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas ekspor di pelabuhan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO – Ketua DPD Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Tengah (Jateng), Ade Siti Muksodah, menyebut penurunan kinerja ekspor tak hanya dipengaruhi faktor eksternal, tetapi juga internal. Problem dalam negeri yang tak kunjung diselesaikan menjadi kendala yang berkepanjangan.

Menurut Ade, konflik berkepanjangan Rusia-Ukraina berdampak terhadap kinerja ekspor dalam negeri. Padahal, Uni Eropa menjadi negara terbesar tujuan komoditas ekspor dari Tanah Air. Belum lagi ancaman resesi ekonomi di Amerika Serikat apabila gagal membayar utangnya alias default.

Advertisement

Tak hanya penyebab dari luar negeri, banyak problem dari dalam negeri yang hingga kini belum rampung. Mulai dari problem perizinan, logistik hingga regulasi yang diterbitkan pemerintah.

“Saya sebenarnya malu dengan negara tetangga. Malaysia misalnya, jika ada problem di dalam negeri langsung bisa diatasi. Kalau di sini serba ruwet. Justru problem di dalam negeri yang menjadi kendala dalam menggenjot kinerja ekspor,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Selasa (16/5/2023)..

Ade menyebut kemungkinan permintaan komoditas ekspor dari luar negeri pada Juli-Agustus. Dia berharap permintaan komoditas ekspor melesat tajam sehingga mendongkrak kinerja ekspor pada semester II.

Advertisement

Kinerja ekspor di Jawa Tengah mengalami pelemahan hingga terkoreksi alias turun hingga anjlok sekitar 11 persen. Kinerja ekspor di Jawa Tengah sempat naik sekitar tujuh persen pada beberapa bulan lalu. Kala itu, para eksportir menghabiskan beragam produk yang sempat tertunda proses pengiriman ke luar negeri.

“Sekarang kinerja ekspor di Jawa Tengah anjlok sekitar 11 persen. Saya bicara apa adanya agar menjadi bahan evaluasi pemerintah. Banyak problem di dalam negeri yang harus dibenahi,” kata Ade.

Selain itu, pemerintah diminta merumuskan kebijakan ekspor agar mempermudah dan mempercepat pengiriman barang ke luar negeri. “Indonesia sudah tertinggal jauh dibanding negara lain di ASEAN. Jika kondisinya seperti ini terus bisa memengaruhi perekonomian nasional dan daerah,” tutur dia.

Advertisement

Sementara itu, Ketua Bidang Bahan Baku DPD Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Soloraya, Suryanto, tak memungkiri daya dan permintaan permintaan furnitur dari luar negeri turun akibat perang Rusia-Ukraina. Selama ini, pasar ekspor furnitur ke Benua Biru cukup kencang mengalirkan devisa negara.

Suryanto juga merasa waswas jika Amerika Serikat benar-benar gagal membayar utangnya yang menimbulkan tekanan ekonomi di negara Paman Sam tersebut. “Amerika Serikat dan Uni Eropa merupakan pasar ekspor furnitur terbesar. Memang ada beberapa negara di Asia namun permintaan ekspor masih sedikit,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif