SOLOPOS.COM - Perajin rotan di di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Kinerja ekspor furnitur Indonesia ke wilayah Uni Eropa terganjal pemberlakuan Undang-Undang Deforestasi.

Salah satu bahasan dalam UU tersebut yakni larangan ekspor dari hasil penggundulan hutan.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Aturan tersebut membuat para eksportir harus memenuhi standar yang ketat, lantaran bahan baku untuk furnitur tidak diperbolehkan berasal dari pohon liar.

Hal itu menyebabkan eksportir Indonesia harus memenuhi standar forest stewardship council (FSC) apabila ingin menembus pasar Uni Eropa.

Tantangan para eksportir berada pada bahan baku row material karena tak semua kayu memenuhi standar FSC.

Kayu yang sesuai standar FSC berasal dari pohon yang ditanam bukan pohon liar. Sementara, tak semua pohon yang ditanam memenuhi kaidah-kaidah FSC.

Merespons hal tersebut, Ketua Bidang Bahan Baku DPD Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soloraya, Suryanto, menyebutkan rotan bisa menjadi alternatif bahan baku selain kayu.

Menurut Suryanto, bahan baku rotan cukup aman karena untuk mendapatkannya tidak perlu penggundulan hutan atau penebangan secara masif. Bahkan, lanjut dia, rotan merupakan penjaga hutan supaya tetap lestari.

“Karena rotan tidak mau tumbuh apabila tidak ada rotan [yang ditebang atau dipanen]. Makanya masyarakat akan mempertahankan hutan agar mereka bisa tetap terus memanen rotan. Tapi banyak yang enggak tahu sehingga beranggapan dengan memanen rotan akan merusak hutan padahal real-nya sebaliknya,” terang Suryanto saat dihubungi Solopos.com, pada Rabu (23/8/2023).

Lebih lanjut ia menjelaskan rotan juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sementara panennya tidak membutuhkan waktu yang lama.

Maka, masyarakat akan berusaha menjaga hutan biar bisa tetap memanen rotan.

Selain itu, keuntungan menggunakan rotan yakni stok bahan bakunya melimpah. Mebel berbahan dasar rotan juga diklaim lebih ringan dan tahan lama apalagi untuk furnitur indoor.

Sementara itu dilansir dari kemenperin.go.id, pada 2022, ekspor produk furnitur dan kerajinan mencapai US$3,5 miliar.

Negara tujuan utamanya antara lain Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Jerman, dan Inggris. Proporsi nilai ekspor yang cukup signfikan dari industri ini menunjukan bahwa karakteristik sektornya berorientasi ekspor.

Iklim tropis di Indonesia menjadi potensi besar bagi pengembangan industri furnitur dan kerajinan.

Melalui kekuatan dari ketersediaan bahan baku serta didukung dengan desain yang unik dan menarik, pemerintah optimistis produk furnitur Indonesia memiliki nilai tambah yang tinggi dan mampu berdaya saing global.

Sementara, untuk meningkatkan pertumbuhan serta perluasan pasar industri furnitur dan kerajinan, diperlukan adanya penyediaan faktor-faktor produksi utama yaitu bahan baku, modal, dan tenaga kerja.

Bahan baku industri furnitur dan kerajinan di Indonesia disebut cukup melimpah, terutama yang berasal dari hutan produksi. Indonesia juga diuntungkan dengan iklim tropisnya yang membuat berbagai jenis pohon dapat tumbuh dengan cepat.

Selain itu, menurut Suryanto, Indonesia merupakan penghasil 80% bahan baku rotan dunia. Daerah penghasil rotan di Indonesia berada di berbagai pulau, terutama di Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Pulau Sumatra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya