SOLOPOS.COM - Salah satu kawasan peruntukan industri (KPI) yang terletak di Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar. Kamis (12/10/2023).(Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, KARANGANYAR — Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Solo (UMS), Anton Agus Setyawan, mengatakan wacana perpindahan pabrik dari Jabodetabek menuju beberapa daerah di Soloraya dan Jawa Tengah justru menimbulkan inefisiensi.

Ia menilai, saat ini yang diperlukan sejumlah perusahaan yakni perbaikan kualitas alat dan teknologi industri. Agus mengatakan, dengan adanya peningkatan kualitas tersebut, industri lokal baru bisa bersaing dengan industri mancanegara.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Ya memang di beberapa daerah Jabodetabek memang pindah ke Jawa Tengah atau Soloraya karena memang UMK nya dinilai lebih rendah. Ini menunjukkan tren tidak sehat, karena harganya murah bukan karena efisiensi tapi hanya sebatas tenaga kerja. Ketika kemudian produk China bisa lebih murah karena mesin dan tenaga kerjanya murah dengan skala yang besar, akhirnya kita semakin terpuruk,” ulasnya, Rabu (11/10/2023).

Ia menilai kesulitan terbesar adalah dari segi harga produksi barang Indonesia yang masih lebih mahal dibandingkan harga pasar produk-produk luar negeri.

“”Problemnya itu dari segi harga, harga produksi tekstil Indonesia sama dengan harga jual tekstil tiongkok, artinya itu kan murah sekali karena harga jual itu harga produksi plus markup. Ini karena memang China itu sangat efisien,” jelasnya.

Sedangkan menurut Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS), Bhimo Rizky Samudro, saat ini industri lokal membutuhkan investasi lebih agar bisa bersaing. Selain alat dan teknologi juga termasuk investasi terhadap kualitas buruh.

“Secara konsepsi, investasi dapat berupa peningkatan  produktivitas melalui fasilitas dan infrastruktur fisik atau mesin dan melalui produkvitas tenaga kerja. Semuanya bermuara peningkatan produksi domestik. Salah satu bentuk peningkatan produktivitas tenaga kerja adalah jaminan sosial tenaga kerja termasuk dalam social cost,” ujarnya.

Ia melanjutkan produktivitas tenaga kerja luar negeri masih lebih efisien. Bagi Bhimo, produktivitas yang tinggi tersebut juga berasal dari kultur pekerja yang progresif.

“Masalahnya produktivitas tenaga kerja di luar lebih efisien sehingga menekan biaya produksi. Mengapa produktivitas tenaga kerja kita tidak sebanding dengan mereka? hal ini lebih ke arah mindset dan kultur buruh atau tenaga kerja yang didominasi buruh industri. Sementara nature kita adalah berbasis buruh tani yang memiliki pola pikir yang lebih komunal, gotong royong dan kerja sama,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya