SOLOPOS.COM - Konten Kreator TikTok Shop asal Wonogiri, Damarratri Chandra Wijaya melakukan live streaming di akun miliknya. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Istimewa/dok. Damarratri Chandra Wijaya).

Solopos.com, SOLO – Keberadaan TikTok Shop sebagai lapak online dinilai pelaku usaha fesyen tidak sepenuhnya menguntungkan. Ekosistem TikTok Shop dinilai rentan praktik predatory pricing atau penetapan harga jual produk atau jasa dengan harga sangat murah demi mengalahkan kompetitor.

Staf administrasi Batik Prabuseno di Kampung Batik Laweyan Solo, Anggita Nur, mengaku meskipun TikTok Shop membuat penjualan bisa dilakukan dengan live shopping, rentan terjadi predatory pricing di platform tersebut. “Harga kompetitor lain lebih murah bahkan murahnya tidak masuk akal, sementara motif dan warnanya lebih bagus, benar-benar istilahnya bikin terus memutar otak untuk berkompetisi, apalagi dari pelanggan mencari harga yang lebih murah,” ujar Anggita saat ditemui Solopos.com di Expo Kejar Mimpi Lokal Berdaya dari CIMB Niaga di Solo Paragon Mall, Minggu (24/9/2023).

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Kepada Solopos.com, Anggita mengaku penjualan di TikTok Shop memang menguntungkan karena pasar online lebih besar dibandingkan pasar offline. Meski begitu, pihak Batik Prabuseno tidak terlalu sering mengadakan live shopping di TikTok Shop.

Anggita mengatakan usaha Batik Prabuseno lebih senang live shopping di e-commerce Shopee, karena tersedia promo gratis ongkos kirim (ongkir) yang cukup banyak untuk pelanggan sehingga meningkatkan penjualannya. Dibandingkan dengan penjualan di TikTok Shop, penjualan online Batik Prabuseno masih didominasi transaksi di Shopee.

Selain fitur live shopping, Anggita mengatakan sering kali TikTok mereka manfaatkan lewat jasa endorsement atau paid promote dengan membayar TikTokers yang memiliki jumlah followers (pengikut) besar. Anggita mengaku kurang tahu berapa bayaran jasa paid promote secara umum, tetapi menurutnya jasa mereka berhasil membuat merek Batik Prabuseno dikenal masyarakat.

Seorang TikTokers asal Solo, Daniel Yugusta, mengaku jika harga jasa endorsement atau paid promote belum sepenuhnya memiliki standar. “Ada yang sampai Rp5 juta untuk satu paket kunjungan dan video pendek (reel), tetapi ada juga yang cukup murah, karena standarnya dilihat dari angka followers ya, tetapi menurut saya menetapkan fee terutama untuk UMKM enggak usah yang mahal-mahal,” ujar Daniel saat ditemui Solopos.com dalam kesempatan yang sama.

Daniel menyebutkan sering kali dia hanya dibayar dengan contoh produk UMKM yang akan dia promosikan, karena dia sendiri memang mem-branding konten-kontennya sebagai promotor UMKM. Predatory pricing adalah penetapan harga jual produk atau jasa dengan harga sangat murah. Tujuannya adalah mengalahkan kompetitor lainnya.

Mengutip laman Corporate Finance Institute, predatory pricing merupakan strategi ini biasanya dilakukan selama perang harga dengan tujuan membentuk posisi pasar yang kuat dan menghancurkan kompetitor. Secara jangka pendek, predatory pricing hanya menguntungkan pelanggan saja karena keuntungan bagi semua pelaku industri merosot. Tujuan memonopoli pasar juga sulit tercapai karena perlu waktu lama untuk membangunnya.

Selanjutnya secara jangka panjang, pelaku usaha yang menerapkan predatory pricing akan meningkatkan harga jual mereka di luar standar untuk mengganti kerugian selama melakukan strategi tersebut.

Saat itu terjadi, keinginan pelanggan untuk belanja akan turun, dan mereka hanya akan membayar untuk produk-produk yang memang dibutuhkan. Saat inilah perusahaan yang hampir memonopoli pasar dapat mengambil keuntungan besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya