SOLOPOS.COM - Ilustrasi digital banking. (freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Di tengah tantangan seperti pelemahan daya beli masyarakat, inflasi, dan suku bunga tinggi, prospek bank digital pada tahun depan masih menjanjikan.

“Apabila inflasi berhasil dijinakkan dan suku bunga acuan sudah mulai moderat, bank digital bisa berkibar lagi tapi dengan sejumlah syarat,” ujar Analis MNC Sekuritas Widi Tirta Gilang Citradi seperti dilansir Antara, Rabu (28/12/2022).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Menurutnya, syarat paling mendasar adalah kemampuan bank digital memperluas kerja sama ekosistem dan mampu mengendalikan potensi risiko.

“Ini dua hal yang tidak terpisahkan. Untuk bertumbuh, bank digital harus mampu memperbanyak partner bisnis. Masalahnya, memperluas partnership sama dengan menaikkan tingkat risiko,” katanya.

Jika hanya mengandalkan ekosistem berdasarkan grup sendiri atau satu afiliasi, bank digital menghadapi dua tantangan. Pertama, risiko terkonsentrasi di satu titik. Kedua, bank tidak terpacu untuk meningkatkan kapasitasnya karena terlalu nyaman dengan grup sendiri.

Baca Juga: SWI Berangus 80 Pinjol Ilegal dan 9 Pegadaian Tak Berizin selama Desember 2022

“Bank digital yang saat ini terlalu mengandalkan atau di-back up penuh oleh ekosistem grup sendiri memang terlihat unggul, tapi itu akan ada batasnya. Ketika mereka sadar perlu ekspansi keluar ekosistem, mereka justru mendapati dirinya sudah tertinggal oleh kompetitor yang justru agresif membangun kolaborasi dengan banyak ekosistem,” katanya.

Untuk bank digital yang berani ekspansi membangun ekosistem di luar dirinya akan menghadapi satu tantangan, yakni manajemen risiko.

“Ada risiko peningkatan NPL, risiko pasar dan risiko hukum jika ternyata integrasinya gagal. Tapi jika berbagai risiko itu bisa dikendalikan dan dimitigasi, mereka akan menikmati pertumbuhan bisnis luar biasa,” katanya.

Lebih jauh Tirta menilai Bank Jago terlihat lebih menonjol dalam hal kolaborasi dengan banyak partner seperti dengan GOTO, Stockbit dan Bibit. “Belum lagi rencana kolaborasi dengan BFI Finance (BFIN) dan Carsome,” ujarnya.

Nomura Sekuritas juga menyebutkan salah satu pilar sukses Bank Jago adalah kerja sama dengan partner beragam. Dalam laporan riset yang dipublikasikan terbatas pada 1 Maret 2022 lalu disebutkan kemitraan dengan Gojek, HomeCredit, KreditPintar, bakal memberikan akses pembiayaan yang luas kepada nasabah maupun basis merchant di dalam ekosistem.

Baca Juga: Banyak Proyek di Depan Mata, Waskita Beton Precast Optimistis Tatap 2023

Sementara itu Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai kolaborasi dengan ekosistem adalah keniscayaan bagi bank berbasis teknologi yang akan menghadirkan nilai jangka panjang.

Dia menilai apa yang dilakukan Bank Jago dengan jumlah ekosistem yang digandeng sudah tepat, sehingga mampu mencetak profit dan kredit bermasalah (NPL) yang rendah.

Berdasarkan laporan keuangan Bank Jago per September 2022, rasio NPL mencapai 0,59 persen, lebih rendah dari Bank Neo Commerce (1,86 persen) dan Seabank (3,26 persen) yang memiliki aset lebih tinggi.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis terhadap pertumbuhan keuangan digital Tanah Air pada tahun 2023, di tengah adanya perkiraan perlambatan ekonomi global.

Pada 2023, dia memproyeksikan nilai transaksi e-commerce dalam negeri akan meningkat mencapai Rp572 triliun, perbankan digital meningkat mencapai Rp67.600 triliun, dan dan uang elektronik mencapai Rp508 triliun, katanya dalam Rakornas Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) dipantau di Jakarta, Selasa.

Baca Juga: Jelang Nataru, Pertamina Patra Niaga Jamin Pasokan BBM-Elpiji di DIY Aman

Capaian Digitalisasi

Optimisme tersebut juga berkaca dari capaian digitalisasi di dalam negeri, yang mana pemda kategori digital naik 42 persen year on year (yoy) menjadi 283 pemda pada semester I 2022, dari sebelumnya sebanyak 199 pemda pada periode sama tahun lalu.

Dia menyebut industri pembayaran telah end to end antara seluruh pihak untuk melayani ekonomi pemerintah pusat dan pemda dengan adanya fast payment (BI-FAST), SNAP, QRIS, dan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Domestik.

Dia melanjutkan pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Indonesia mencapai 30 juta pengguna per November 2022, yang diperkirakan akan mencapai 45 juta pengguna pada tahun depan 2023.

Kemudian, sebanyak 75 persen lembaga jasa keuangan sudah menggunakan layanan BI Fast atau fast payment yang disediakan oleh BI.

Baca Juga: IHSG Diprediksi Fluktuatif, Cermati Saham-Saham Berikut

Lebih lanjut, Perry melanjutkan digitalisasi telah mempermudah masyarakat membayar pajak dan retribusi, sedangkan, dari sisi belanja, digitalisasi telah meningkatkan efisiensi, mendukung pengelolaan dan tata kelola keuangan.



Dia mengatakan diperlukan upaya memperkuat regulasi di pusat dan daerah untuk mempercepat elektronifikasi transaksi pemda dan menciptakan ekosistem digital yang lebih luas melalui penyediaan infrastruktur TIK untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Selain itu, mengintegrasikan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah secara nasional, meningkatkan sinergi pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menguatkan ekosistem, serta memperluas kerjasama antara pemda dengan marketplace terkait transaksi pajak dan retribusi daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya