SOLOPOS.COM - Salah satu Pertashop di daerah Kerten, Laweyan, Solo yang masih bertahan dan beroperasi hingga Pukul 21.30 WIB. Foto diambil Kamis (27/7/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS), Bhimo Rizky Samudro, menilai salah satu penyebab kalahnya Pertashop dari Pertamini maupun penjual BBM eceran lainnya dikarenakan masalah keterjangkauan.

Ia menilai, Pertamina terlambat menjangkau segmen pelosok yang tidak terjangkau SPBU.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“Saya meihatnya Pertamina memiliki Pertashop ini untuk menyasar mikro, tapi ketika bersaing dengan pertamini yang dimiliki individu menjual secara eceran melalui mesin lebih dulu sebelum berkembangnya Pertashop. Berkembangan pertamini di daerah yang tidak terjangkau SPBU, pertamini lebih unggul karena keterjangkauan,” ulasnya saat dihubungi Solopos.com, Selasa (7/11/2023).

Bhimo memberikan studi kasus yang ada di Jogja. Ia menjelaskan di Jogja pertamini bisa lebih menjamur karena keterjangkauan dan keterikatan dengan sebuah komunitas tertentu.

“Ini ada sebuah studi kasus yang saat amati di Jogja, beberapa warungkelontong dimiliki komunitas tertentu yang membuat jejaring toko kelontong dengan pola mirip retail seperti indomaret. Settingan fisiknya sama, memang tanpa simbol khusus tapi tatanan ruangannya hampir sama. Di setiap retail ini ada pertamini yang sangat laris dan akhirnya Pertashop yang berdiri di dekat situ tidak bertahan lama,” tegasnya.

Bagi Bhimo, kalahnya Pertashop dari pertamini merupakan bentuk mekanisme pasar, yaitu ketika konsumen berhak menentukan pilihan dari keunggulan produk.

“Ya Pertamini ini karena konsumennya lebih memilih beli di sana dibandingkan ke Pertashop. Semua karena mekanisme pasar dan konsumen memang berhak memilih,” ujarnya.

Saat ini, adanya Pertamini saat ini menjadi musuh utama bagi penjualan Pertashop. Pertashop adalah langkah Pertamina untuk menjangkau ke pelosok daerah sejak 2018.

Gangguan dari Pertamini terhadap Pertashop diakui Ketua Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng DIY DPC Surakarta, Gunadi Broto Sudarmo. Ia mengatakan hingga saat ini pihak Pertamina belum melakukan pencegahan terhadap menjamurnya Pertashop saat ini.

“Belum ada pencegahan sejauh ini, karena seharusnya kalau pencegahan dilakukan secara sistem ya melalui aplikasi MyPertamina itu, tapi belum dijalankan. Masih banyak sekali celah yang bisa dimanfaatkan,” tegasnya kepada Solopos.com, Minggu (5/11/2023).

Selain itu, Gunadi juga menyoroti modal yang amat kecil untuk mendirikan Pertamini. Sedangkan untuk membangun Pertashop ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, selain itu Ia mengatakan ada perbedaan harga di setiap paket Pertashop.

“Kalau Pertashop itu modalnya Rp600 juta itu sudah termasuk bangunan yang tergolong kecil untuk disewa selama 10 tahun, harga sewa lahannya bermacam-macam, sekitar Rp10 juta per tahunnya. Bandingkan dengan Pertamini yang modalnya paling enggak sampai Rp70 juta,” tegasnya.

Ia berharap, Pertamina akan menjalankan subsidi tepat melalui aplikasi MyPertamina dengan lebih serius. Menurutnya, ini bisa mencegah pengepul untuk berjualan secara eceran yang merugikan Pertashop.

“Kalau enggak bisa memberi ke Pertashop, ya jalankan subsidi tepat MyPertamina untuk Pertalite seperti Solar sambil menunggu kajian Pertalite di SPBU. Pertashop ini kalah sama Pertamini karena sistem yang belum tepat, kalau menunggu kajuan dan kebijakan ini akan sangat lama. Pertashop sudah bertahan seperti ini selama 1,5 tahun, banyak yang tutup, dijual enggak laku dan kondisi sekarang makin parah,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya