SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pinjaman Online. (Solopos).

Solopos.com, SOLO — Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Sarjiyanto, mengatakan keberadaan pinjol legal merupakan produk kemajuan teknologi keuangan bernama fintech.

Jasa pinjol menyediakan pinjaman secara digital sehingga memudahkan pengguna untuk mendapatkan dana segar.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kemudahan tidak hanya dapat diakses oleh pengusaha yang membutuhkan modal, tetapi masyarakat umum yang membutuhkan dana instan. Menurut Sarjiyanto, hal kedua itu perlu mendapat perhatian khusus.

“Layanan pinjol bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, membantu masyarakat memenuhi kebutuhan dikala sedang dalam kesusahan atau sisi kedua yang justru mendorong masyarakat memiliki gaya hidup baru yang lebih konsumtif,” papar Sarjiyanto saat dihubungi Solopos.com, Selasa (23/5/2023).

Dia menyarankan bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menambah syarat bagi calon peminjam jika masih berstatus pelajar atau mahasiswa.

Hal ini agar pendanaan bisa lebih fokus kepada pengusaha ataupun bentuk usaha dan tidak lari ke anak muda yang tidak mampu melunasi pinjol.

Kenyataannya, keberadaan pinjol legal sebagai penyedia dana modal bagi usaha mikro telah banyak membantu masyarakat.

Modal Usaha

Perusahaan pinjaman online (pinjol) legal atau peer to peer lending (P2P Lending) Amartha berhasil menyalurkan permodalan sebesar lebih dari Rp12 triliun kepada lebih dari 1,7 juta pelaku usaha memasuki usia ke-13 tahun.

Founder dan CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, mengatakan Amartha melihat potensi usaha ultra mikro di segmen akar rumput masih sangat besar.

“Namun, banyak tantangan yang dihadapi para pengusaha ini dalam mengembangkan usahanya, antara lain keterbatasan penetrasi teknologi di pedesaan. Hal ini mendorong Amartha senantiasa berinovasi, termasuk dengan pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI) hingga menjalin kolaborasi dengan berbagai stakeholders untuk mengakselerasi penyaluran modal usaha,” papar Andi.

Berdasarkan rilis yang diterima Solopos.com, Senin (22/5/2023), kini di usia 13 tahun, Amartha menggunakan AI dan teknologi berbasis data lainnya untuk produk dan pelayanannya.

Hal itu diharapkan membantu terciptanya akses lebih mudah dan dapat digunakan untuk memahami kondisi segmen akar rumput di lapangan.

Selanjutnya, Amartha memperluas layanan ke segmen menyasar konsumen atau Business to Consumer (B2C) dan usaha atau Business to Business (B2B) mengkombinasikan pendekatan humanis dan teknologi.

Produk-produk microfinance marketplace dan earn disediakan untuk layanan B2C, sementara produk loan channelling, embedded lending, embedded investment, serta credit decision engine tersedia untuk B2B.

Amartha awalnya hanyalah koperasi yang berdiri tahun 2010 di desa Ciseeng, Jawa Barat. Model yang Amartha kembangkan adalah Grameen Bank dan tanggung renteng.

Model ini berhasil membawa perusahaan menjangkau 10.000 pelaku usaha akar rumput lewat layanan keuangan. Selanjutnya, Amartha mendapat permintaan permodalan dari pelaku usaha mikro yang tinggi.

Hal tersebut membuat Amartha bertransformasi menjadi perusahaan teknologi finansial (fintech) dan meluncurkan layanan pendanaan secara online lewat aplikasi Amartha tahun 2017.

Selama Kuartal I 2023 bisnis Amartha sudah tumbuh dua kali lipat merata di seluruh wilayah operasional di Pulau Sumatera, Jawa, dan Sulawesi secara year on year (yoy) di periode yang sama tahun sebelumnya.

“Di tahun ke-13 ini, Amartha berkomitmen menjangkau lebih banyak lagi pelaku usaha di segmen akar rumput melalui teknologi yang inklusif agar dapat menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan,” tambah Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya