SOLOPOS.COM - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) resmi menetapkan tingkat bunga penjaminan per 1 Maret 2023 hingga 31 Mei 2023. Penetapan ini berdasarkan rapat Dewan Komisioner LPS, ditetapkan kenaikan suku bunga pinjaman dalam rupiah untuk bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Kenaikan suku bunga penjaminan yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Selasa (28/2/2023) lalu menurut pengamat ekonomi berdampak positif bagi pelaku perbankan.

Langkah tersebut dianggap sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga pada awal tahun ini.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Adanya kenaikan suku bunga, penjaminan yang ditetapkan oleh LPS juga diharapkan menurunkan inflasi yang mengancam.

Mengingat, potensi inflasi juga berasal dari faktor eksternal atau dari luar negeri, bukan berasal dari jumlah produksi dan konsumsi yang ada di Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Solo (UMS) Anton Agus Setyawan kepada Solopos.com Rabu (1/3/2023). Kebijakan kenaikan suku bunga pinjaman yang dikeluarkan oleh LPS bisa menaikkan kepercayaan dari para nasabah.

“Kalau bagi perbankan ini mestinya bisa menjadi hal yang positif, karena meningkatkan trust dari nasabah atau konsumen. Karena ketika suku bunga naik, berarti mekansime peminjaman atau dana masyarakat yang ada di bank yang dijamin oleh LPS lebih aman,” ulas Anton.

“Sebenarnya kaitannya dengan suku bunga LPS ini mengacu terhadap kebijakan kenaikan suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh BI yang naik, karena itu kebijakan suku bunga moneter untuk menghindari inflasi. Apalagi karena adanya kenaikan harga di sektor energi dan pangan yang berasal dari luar negeri, juga inflasi yang berasal dari ekspor-impor membuat BI untuk meningkatkan suku bunga,” tambah Anton.

Dosen ekonomi UMS ini juga menilai, masalah utama perbankan saat ini adalah pencairan kredit yang masih belum stabil karena situasi ekonomi. Pengaruh dari pergolakan ekonomi makro yang masih terpengaruh adanya pandemi.

“Terlepas dari nanti kebijakan ini seperti apa, di mana sebenarnya pencairan kredit yang justru menjadi masalah perbankan saat ini karena situasi ekonomi yang belum stabil, bunga yang tinggi, ini bukan dikarenakan kenaikan suku bunga LPS. Tetapi karena ekonomi makro yang masih mengalami turbulensi, tapi kita harus lihat di tahun 2023 ini, karena menurut IMF dan World Bank, dampak resesi tidak seburuk yang diprediksi,” jelasnya.

Sedangkan dikutip dari Bisnis.com, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan mulanya gap tingkat suku bunga penjaminan LPS dengan suku bunga acuan BI cukup tinggi. Suku bunga penjaminan LPS ada di atas suku bunga acuan BI.

“Jadi, saya maaf ke Gubernur BI. Maaf saya ganggu kebijakan bank sentral, setelahnya saya turunkan suku bunga penjaminan,” kata Purbaya dalam acara diskusi Economic Outlook 2023 pada Selasa (28/2/2023).

Ia mengatakan LPS melihat metodologi penghitungan suku bunga penjaminan seusai aturan. Mulanya LPS mengikuti suku bunga pasar.

“Jadi saat pasar tidak naik kita juga tidak naik,” ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, LPS pun menyesuaikan dengan ritme BI agar tidak ada gap dengan suku bunga acuan BI. “Saya cari posisi yang pas. Beberapa hari terakhir evaluasi metodologi LPS,” kata Purbaya.

Ia mengatakan LPS mengubah secara pelan-pelan penghitungan suku bunga simpanan termasuk soal kenaikannya agar seiring dengan sinyal kebijakan moneter. “Ke depan kebijakan akan lebih selaras dengan bank sentral,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya