SOLOPOS.COM - Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Solo, Rabu (17/1/2024). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Wacana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite digantikan Pertamax Green 92 pada 2024 oleh PT Pertamina (Persero) menimbulkan respons yang beragam.

Salah satunya diungkapkan oleh Dosen Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Hery Sulistyo Jati saat dihubungi Solopos.com, pada Rabu (17/1/2024).

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Menurut Hery kebijakan ini secara umum merupakan kebijakan yang cukup berani pada masa Pemilihan Umum (Pemilu). Namun, ketidakpastian geopolitik membuat harga minyak mengalami kenaikan akan membebani anggaran pengeluaran dan belanja negara (APBN).

Oleh karena itu, menurut Hery, kebijakan ini perlu dikemas dengan baik. Salah satunya dengan cara meningkatkan kesadaran atau awareness masyarakat tentang perubahan iklim yang meningkat dalam rangka mengurangi emisi.

Hery menyebut Pertamax Green dengan RON 95 merupakan BBM tanpa subsidi yang tentunya akan lebih mahal dibandingkan Pertalite saat ini.

“Ini tentunya tidak akan signifikan mengurangi emisi, karena pengurangan ini akan efektif jika beralih ke transportasi umum. Karena jika transportasi umum tetapi ada dengan emisi tinggi namun yang menggunakan sedikit tentu emisi per orang akan tetap tinggi. Ditambah masyarakat sebagian besar tetap menggunakan kendaraan pribadi,” terang dia.

Lebih lanjut, Hery menilai kebijakan ini bakal berdampak signifikan terhadap ekonomi daerah, terutama inflasi.

“Rata-rata perbedaan Pertamax Green dengen Pertalite yang banyak digunakan saat ini cukup tinggi, antara 20% hingga 30%,” tambah Heri.

Apalagi, lanjutnya, saat ini pasokan pangan baik dari produksi maupun impor pangan masih sangat terbatas. Menurut Hery kemungkinan besar pemerintah akan memberikan kompensasi dengan memberikan tambahan bantuan sosial (bansos).

Wacana penghapusan Pertalite ini juga menimbulkan respons yang beragam dari warga Solo. Mahasiswa Solo, Khofifah menilai harga Pertamax Green bakal jauh lebih mahal dibandingkan Pertalite.

Kenaikan ini menurutnya bakal berdampak ke barang-barang lain, misalnya pangan. “Kalau harganya lebih tinggi ya berat sih. Selama harganya sama kaya Pertalite enggak masalah juga. Tapi kayanya enggak mungkin kalau harganya sama,” ujar dia.

Warga Solo lainnya, Rico Satya menyebut tidak masalah jika harga Pertamax Green bakal lebih mahal dibandingkan Pertalite. Asalkan dengan kualitas bahan bakar yang lebih baik, walaupun selisih Rp1.000 hingga Rp2.000 per liter.

Usulan Penghapusan Pertalite

Dilansir Bisnis.com, penghapusan Pertalite diusulkan oleh PT Pertamina (Persero) dilakukan pada 2024 dan digantikan dengan Pertamax Green 92.  Pertamax Green Ron 92 merupakan BBM hasil percampuran Pertalite dengan 7% etanol atau E7.

Direktur Utama (Dirut) Pertamina Nicke Widyawati pernah mengungkapkan, rencana penghapusan Pertalite di 2024 merupakan bagian dari Program Langit Biru. Program ini mendorong peningkatan oktan BBM secara bertahap.

Pada tahap pertama telah dilakukan sejak dua tahun lalu penghapusan BBM RON 88 alias Premium menjadi BBM RON 90 alias Pertalite. Kini, pada tahap kedua diusulkan untuk mengganti BBM RON 90 alias Pertalite menjadi BBM RON 92 alias Pertamax.

Jika usulan ini disetujui pemerintah, maka Pertalite akan digantikan dengan Pertamax Green 92.

“Program Langit Biru tahap dua, di mana BBM subsidi kita naikan dari RON 90 ke RON 92,” ujar Nicke dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (30/8/2023). Namun, pergantian dari Pertalite ke Pertamax Green 92 masih menjadi kajian internal Pertamina.

Jika disetujui, Nicke pun mengusulkan agar Pertamax Green 92 masuk dalam kategori bahan bakar minyak (BBM) yang disubsidi oleh pemerintah.

Dilansir Bisnis.com, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif buka suara mengenai wacana bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite akan dihapus yang sempat mencuat pada akhir Agustus 2023 lalu.

Diakui Arifin, pihaknya tidak mempermasalahkan jika usulan itu direalisasikan. Asalkan, PT Pertamina (Persero) memang bisa menghasilkan produk BBM tanpa ada beban tambahan.

“Ya kalau memang bisa disediakan dengan tidak ada beban tambahan, boleh saja,” jelasnya dalam konferensi pers Capaian Sektor ESDM Tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024 di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (15/1/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya