SOLOPOS.COM - Ilustrasi pinjaman online (pinjol). (Istimewa/Freepik).

Solopos.com, SOLO — Dosen Ekonomi Pembangunan UNS, Nurul Istiqomah, mengatakan saat ini banyak mahasiswi UNS yang terjerat pinjalam online (pinjol) untuk memenuhi kebutuhan flexing dan terkena fear of missing out (fomo).

Dia menceritakan banyak mahasiswi UNS yang mengambil pinjol terutama untuk memenuhi keinginan memiliki make up dan kosmetik yang banyak dari jenama ternama seperti sering dipakai teman-teman mereka.

Promosi Telkom Dukung Pemulihan 82,1 Hektare Lahan Kritis melalui Reboisasi

Selain untuk kebutuhan kosmetik, mahasiswi juga mengambil pinjol untuk membeli ponsel agar memakai ponsel keluaran terbaru dan tidak ketinggalan zaman.

Menurut Nurul, proses pemberian pinjol yang sangat mudah hanya dengan mengirim foto selfie dengan KTP dipilih mahasiswi dan generasi Z untuk mendapatkan uang dengan cara instan sehingga segera bisa dipakai untuk berbelanja memenuhi keinginan.

Kondisi ini bisa menimbulkan lonjakan angka kriminalitas jika pembayarannya macet. Tingginya penggunaan pinjol juga disebabkan kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah sehingga angka pengangguran semakin banyak.

Namun, masyarakat terlanjut memiliki pola konsumtif yang tinggi sehingga mereka mengambil pinjol sebagai jalan cepat mendapatkan uang.

Menurut Nurul, saat korban pinjol tidak bisa membayar utangnya tetapi mendapatkan tagihan setiap hari, mereka akan mencari jalan pintas agar tidak ada tagihan lagi. Jika gelap mata, mereka bisa mencuri atau tindakan lainnya.

Berdasarkan data Statistik Fintech Lending periode Januari 2023 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan sekitar 70 persen atau 11.134.232 jumlah rekening penerima pinjaman aktif (entitas) dengan rentang usia 19 – 34 tahun.

Sementara, Gen X dengan rentan usia lebih dari 54 tahun hanya memiliki nilai presentase sekitar 10 persen atau 1.121.524 jumlah rekening penerima pinjaman aktif (entitas).

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) I OJK Bambang W. Budiawan mengakui mayoritas borrower industri P2P lending berada pada rentang usia 19 tahun–34 tahun.

Bambang mengatakan hal tersebut kemudian membuat pendanaan macet juga terbesar di rentang usia itu.  Mengingat, mayoritas borrower industri P2P lending yang berasal dari rentang usia 19 tahun–34 tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya