SOLOPOS.COM - Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, dalam Kuliah Umum: Peluang dan Tantangan Civitas Akademika dalam Menghadapi Transformasi Energi Baru dan Terbarukan, di Fakultas Hukum UNS, Solo, Senin (12/12/2022). (Tangkapan Layar Youtube)

Solopos.com, SOLO — Masih banyak tantangan dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Di sisi lain Indonesia juga menyimpan potensi yang cukup besar terkait EBT tersebut. Untuk itu dibutuhkan kajian lebih lanjut agar pengembangan EBT tersebut lebih optimal ke depan.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, dalam Kuliah Umum: Peluang dan Tantangan Civitas Akademika dalam Menghadapi Transformasi Energi Baru dan Terbarukan, di Fakultas Hukum UNS, Solo, Senin (12/12/2022) menyampaikan ke depan EBT harus dapat dioptimalkan mengingat energi fosil yang akan habis karena terus digunakan.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Namun saat ini masih ada beberapa tantangan yang menghadang. Pertama, meski potensi EBT di Indonesia cukup besar namun lokasinya tersebar. PLTS dan PLTB bersifat intermittent. Untuk itu dibutuhkan pembangkit listrik base load atau storage besar. Keterbatasan jaringan untuk menyerap listrik dari PLT EBT.

Tantangan lain adalah rendahnya ketertarikan perbankan berinvestasi di bidang EBT karena risiko yang tinggi. Selanjutnya, potensi EBT tidak dapat ditransportasikan, harus dibangkitkan di lokasi setempat. Kemampuan industri dalam negeri juga terbatas. Teknologi dan barang masih harus impor.

Baca Juga: Dana CSR Jateng Terkumpul Rp86 Miliar, Ganjar: Membantu Pembangunan

Ketidakpastian pada pasar juga menjadi tantangan. Terjadi perubahan prioritas pemerintah baik dari sisi kebijakan maupun investasi untuk menangani pandemi. Konsumsi energi yang turun juga menjadi tantangan tersendiri. Selama pandemi pemerintah melakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

Hal ini menyebabkan konsumsi energi menurun baik energi listrik maupun nonlistrik. Penurunan konsumsi listrik mengakibatkan surplus pembangkit PLN sehingga pembangkit EBT baru tidak dapat masuk dalam jaringan. Penurunan konsumsi BBM mempengaruhi industri biofuel.

Biaya investasi awal tinggi. Sebagian besar energi terbarukan untuk pembangkit listrik terutama pembangkit listrik tenaga panas bumi memiliki biaya investasi yang tinggi. Bunga bank tinggi. Sumber pembiayaan dalam negeri saat ini masih menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi dan tenor yang singkat.

Baca Juga: Dorong Pemeratan Pembangunan, Jateng Butuh Tiga Poros Kawasan Ekonomi

Untuk potensi yang ada di Indonesia, dia menyebutkan Indonesia memiliki potensi energi yang belum banyak dimanfaatkan. Mulai dari energi matahari, hidro, bayu dan sebagainya. Berikut sejumlah sumber EBT di Tanah Air:

– Surya: potensi 3.295 GW termanfaatkan 203,7 MW
– Hidro: potensi 95 GW termanfaatkan 6.601,9 MW
– Bioenergi: potensi 57 GW, termanfaatkan 1.921,4 MW
– Bayu: potensi 155 GW termanfaatkan 154,3 MW
– Panas Bumi: potensi 24 GW, termanfaatkan 2.276,9 MW
– Laut: potensi 60 GW termanfaatkan 0 MW
– Total potensi 3.686 GW termanfaatkan 11.157 MW

Baca Juga: Membaca Geliat Ekonomi Jateng dari Tingkat Konsumsi BBM

Di sisi lain, sesuai Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional No 79/2014, telah tertuang target-target energi mix Indonesia. Menurut Djoko, dari tahun ke tahun realisasi realisasi EBT terus meningkat meskipun masih di bawah target.

“Untuk 2021, realisasi sudah mencapai 12,16% [dari target 14,52%] kemudian pada 2022 ditargetkan mencapai 15,69%. Mudah-mudahan pencapaiannya mencapai lebih dari 12,16%,” kata Djoko dalam Kuliah Umum yang disiarkan di Youtube Fakultas Hukum UNS tersebut. Selanjutnya pada 2025 ditargetkan mencapai 23% dan pada 2050 mencapai 31%. Menurutnya hal ini menjadi tantangan ke depan.

Tingginya harga minyak saat ini menjadi peluang baik pengembangan EBT.

“Beberapa tahun lalu EBT tidak bisa bersaing karena harga fosil lebih rendah. Begitu ada pandemi, harga fosil lebih rendah lagi sehingga dua tahun pandemi kemarin sampai berakibat tahun ini agak berat dalam mengembangkan EBT karena fosilnya masih murah. Sekarang, harga minyak dan gas sedang tinggi. Di satu akan menambah penerimaan dan di satu sisi akan ada subsidi yang semakin besar. Tapi dari sisi EBT ini kesempatan yang paling baik untuk pengembannya,” lanjut dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya