SOLOPOS.COM - Bus BST Solo terparkir di garasi wilayah Palur, Jaten, Karanganyar, Senin (31/10/2022). (Solopos.com/Lukman Fatwa).

Solopos.com, SOLO — Penggunaan kode QR atau barcode untuk penumpang Batik Solo Trans (BST) bagi kategori pelajar, orang lanjut usia (lansia), dan penyandang difabel sudah mulai berlaku sejak Januari 2023.

Para penumpang menggunakan uang elektronik atau e-money dengan tarif Rp3.700 untuk sekali jalan dalam satu koridor.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Namun, khusus untuk kategori orang lansia, ada beberapa kendala yang ditemui, mulai dari syarat hingga penyalahgunaan barcode.

Direktur PT Bengawan Solo Trans (BST) selaku operator BST, Sri Sadadmojo, kepada Solopos.com, Senin (13/3/2023), menyebut untuk kategori penumpang lansia, pelajar, dan penyandang difabel, disediakan barcode yang dicetak.

Nantinya barcode tersebut akan dipindai saat penumpang kategori tersebut menaiki BST.

Barcode hanya digunakan untuk yang gratis yaitu pelajar, lansia dan penyandang difabel. Barcode bisa diperoleh di kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Solo dan Kantor BST,” jelasnya.

Namun, ada kendala dari penggunaan barcode tersebut. Menurut Petugas Terminal A Tirtonadi, Heru Murdhani, penggunaan barcode untuk penumpang BST masih memiliki banyak celah.

Yang pertama adalah tidak semua memahami syarat untuk bisa mendapatkan barcode.

“Enggak semua memahami syaratnya, terutama fotokopi kartu identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu pelajar. Fungsinya, kalau kami memberikan barcode, ada pertanggungjawaban terkait jumlahnya, jadi kami bisa mendata jumlah barcode yang kami keluarkan dari jumlah KTP tersebut,” tegasnya saat diwawancara beberapa waktu lalu.

Selain itu, masalah lain yang ditemui adalah banyaknya penyalahgunaan barcode. Banyak dari pengguna barcode adalah mereka yang seharusnya membayar saat menggunakan BST. 

“Yang sering terjadi, banyak pengguna BST yang mestinya membayar, menyalahgunakan barcode supaya bisa gratis. Jadi misalnya ada orang lansia yang dapat barcode, karena sudah lama enggak naik BST, terus dipakai anaknya, padahal mestinya anaknya ini naik BST membayar karena enggak masuk kategori khusus, tapi karena dapat barcode jadi gratis,” tegasnya.

Menurutnya, hal ini tidak lepas dari minimnya pengawasan dari pemilik barcode dan tidak adanya identitas dari pemilik barcode.

“Karena barcode-nya memang enggak ada identitasnya, beda seperti di Transjakarta yang di barcode sudah ada identitasnya juga,” jelasnya.

Heru menjelaskan, pihaknya saat ini melakukan langkah preventif dengan meningkatkan pengawasan terutama dari penumpang BST yang berangkat dari Terminal Tirtonadi.

“Sejauh ini paling kami awasi saja, kalau ada yang sekiranya enggak masuk kategori khusus tapi kok punya barcode [BST], biasanya kami tarik barcode-nya terus kami beri penjelasan,” ulasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya