SOLOPOS.COM - Ilustrasi mudahnya mengakses pinjaman online. (freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Pakar meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan dalam mengatur bunga fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) dan bukan menyerahkan kepada asosiasi. Terlebih ada dugaan pengaturan penetapan bunga pinjol oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) kepada anggotanya.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa adanya indikasi permainan suku bunga tersebut sangat merugikan masyarakat. “Sehingga perlu langkah cepat dari OJK untuk mengatur batas maksimum bunga pinjaman sehingga fintech [P2P Lending] bisa lebih bermanfaat bagi peminjam khususnya dari kelompok usaha mikro,” kata Bhima, Kamis (5/10/2023).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Lebih lanjut, Bhima mengatakan apabila dugaan pengaturan bunga tersebut benar adanya, maka turut mempengaruhi industri. Bunga yang tadinya dapat lebih kompetitif atau lebih rendah, tetapi terhambat oleh adanya penetapan suku bunga flat tersebut.

“Bayangkan bunga 0,8 persen per hari dikalikan satu tahun setara 299 persen itu tidak wajar, bahkan dibanding pinjaman KTA bank dengan bunga berkisar 10—25 persen per tahun,” ungkap Bhima. Bhima menambahkan permainan penetapan bunga pinjaman mengakibatkan fintech P2P lending tidak lagi membantu pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk mendapatkan akses keuangan yang terjangkau. Namun justru merugikan pelaku usaha UMKM yang kesulitan mengembalikan pinjaman.

Dengan demikian, selain mempercepat proses penyidikan pengaturan penetapan bunga oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Bhima juga mendorong OJK untuk mengatur bunga pinjol. Adapun sampai dengan saat ini penetapan batasan manfaat ekonomi pinjol masih mengacu pada Code of Conduct AFPI. Adapun ketentuan tersebut di antaranya jumlah total bunga dan biaya pinjaman serta biaya-biaya lainnya, selain biaya keterlambatan maksimal suku bunga flat 0,4 persen per hari, yang dihitung dari pokok pinjaman. Kemudian penetapan total tingkat biaya keterlambatan maksimum 0,8 persen per hari.

Sementara tenor pinjaman paling lama untuk saat ini mencapai 24 bulan. Meski demikian total bunga, biaya pinjaman dan seluruh biaya-biaya lainnya, beserta biaya keterlambatan maksimum 100 persen dari nilai prinsipal pinjaman.

Dalam kesempatan terpisah, KPPU melakukan penyeldikan awal terkait dengan adanya pengaturan atau penetapan suku bunga oleh AFPI ke anggotanya. “Khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per haridari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman,” kata Direktur Investigasi Sekretariat KPPU Gopprera Panggabean KPPU dalam keterangannya dikutip Kamis, (5/10/2023).

KPPU menyebutkan penetapan bunga tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. Terdapat 89 fintech peer-to-peer (P2P) lending yang tergabung dalam asosiasi tersebut.

KPPU pun menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Gopprera menyebut KPPU menindaklanjuti temuan itu dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal UU yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap penyelidikan.

Pihaknya juga telah membentuk satuan tugas untuk menangani kasus tersebut. “Proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas,” tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Dugaan Kartel Bunga Pinjol, Pakar Minta OJK Tegas Soal Batas Biaya Pinjaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya