SOLOPOS.COM - Pembudidaya Maggot, Hari Wiradi, 49, mencacah sampah daun sebagai pakan maggot di tempat budidayanya di Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, pada Minggu (2/6/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Pembudidaya maggot asal Kelurahan Gajahan, Pasar Kliwon, Hari Wiradi mempunyai mimpi besar menyelesaikan persoalan sampah di kampungnya.

Upaya tersebut bisa dilakukan dengan mudah berawal dari dapur masing-masing warga. Solopos.com mengunjungi kediamannya, Minggu (2/7/2023).

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Sekilas tidak ada yang berbeda dari halaman rumah Hari. Namun ketika dilihat lebih dekat, tampak nampan-nampan tray berisi maggot.

Ia tengah memberikan makan pada larva jenis black soldier fly (BSF) yang ia budidaya ini. Pasokan makan untuk maggot miliknya ia dapat dari sampah dapurnya sendiri.

Pria berusia 49 tahun ini juga mengembangkan pakan maggot dari sampah daun yang dicacah kemudian difermentasi. Sampah daun yang diolah ini ia gunakan ketika kesulitan mencari sampah makanan.

Dengan tipe mulut penghisap, maggot bisa makan apa saja. Maggot bisa memakan dua kali berat tubuhnya. Selain rakus, kata Hari, maggot juga pemalu karena tidak menyukai sinar matahari langsung dan selalu bersembunyi.

Maggot cenderung tidak menyukai sisa makanan yang keras, seperti tulang dan nasi kering. Hari menjelaskan maggot lebih menyukai tekstur makanan yang lunak.

Ia memulai budi daya maggot sejak 2019. Berawal dari keinginannya mengatasi permasalahan sampah dari hulu.

Sampah dapur menjadi makanan utama maggot,  menguraikan rata-rata setiap orang dalam sehari bisa menghasilkan 0,7 kilogram (kg) sampah organik.

Ia mencontohkan dalam satu rumah yang dihuni empat orang, rata-rata bisa memproduksi sampah dua kg hingga tiga kg sehari.

Dengan bobot sampah skala rumah ini paling tidak dibutuhkan satu kg maggot untuk memangkas buangan sampah. Bekas makanan maggot kering juga bisa dibuat kompos, hampir tidak ada hal yang tersisa dalam proses budidaya maggot ini.

Tempat untuk menyimpan maggot cukup mudah, hanya butuh tempat yang aman dari predator, kering, dengan sirkulasi udara yang bagus. Tidak ada treatment khusus bagi maggot.

Usia maggot yang pendek kurang lebih 45 hari membuat populasi maggot tidak bisa terlalu banyak apalagi dengan permintaan yang besar.

Selain untuk mengatasi isu sampah, maggot juga berpoteni menghasilkan cuan. Maggot banyak dibutuhkan peternak ayam dan lele sebagai pakan penganti atau untuk campuran pakan pabrik.

Harga Jual Maggot

Maggot untuk pakan bisa dijual dengan harga Rp7.000 hingga Rp10.000 per kg. Sementara itu untuk maggot kering bisa jual hingga harga Rp50.000/kg.

Ia mengaku banyak mendapatkan pesanan dari peternak-peternak Soloraya, bahkan ada yang meminta 50 kg per pekan. Namun ia mengaku belum mampu membudidayakan dalam skala besar, karena keterbatasan lahan.

Untuk memulai budi daya bisa dimulai dari telur maggot. Saat ini telur maggot marak dijual di marketplace dengan harga berkisar Rp2.500/gram atau Rp2,5 juta/kg.

Tentu hal ini juga menjadi potensi ekonomi besar, karena pembudidaya maggot bisa fokus mengembangkan telur maggot ini lalu dijual.

“Karena memang peternak ayam atau ikan kalau mengandalkan pelet itu enggak nutup harganya. Biasanya kemudian dicampur maggot fresh, atau bisa dikeringkan dulu,” papar Hari saat ditemui Solopos.com di rumahnya pada Minggu (2/7/2023).

Ia menguraikan budidaya maggot tidak seksi karena bergelut dengan sampah dan tidak banyak dilirik.

Bekerja dalam kesunyian menjadi makanan sehari-harinya. Padahal dengan budidaya maggot menurutnya perputaran ekonomi dan dampak bagi lingkungan cukup besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya