Bisnis
Minggu, 19 Maret 2023 - 15:52 WIB

Dilema Thrifting: Dilarang Pemerintah, Disayang Penggemarnya karena Murah

Galih Aprilia Wibowo  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pameran Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi Solo, Selasa (14/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita).

Solopos.com, SOLO — Polemik thrifting kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo turun tangan dan ikut memberikan komentar, Rabu (15/3/2023).

Presiden meminta jajarannya untuk membereskan persoalan impor ilegal berupa produk pakaian bekas yang mengancam keberadaan industri lokal. Jokowi juga memerintahkan jajarannya untuk mengungkap praktik importasi ilegal ini hingga tuntas.

Advertisement

“Sudah saya perintahkan untuk cari betul [sumbernya], dan ini sehari dua hari sudah ketemu,” kata Jokowi saat ditemui usai membuka acara Bussines Matching 2023 dan Penyerahan Penghargaan P3DN di Istora Senayan pada Rabu (15/3/2023).

Kementerian Koperasi dan UKM turut menggalakkan kampanye larangan thrifting melalui akun Instagram resmi mereka @kemenkopukm.

Kemenkop menuliskan pakaian bekas impor telah diatur dalam Permendag No 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Permendag No 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Advertisement

Permendag tersebut menuliskan barang berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas dilarang untuk di impor.

Thrifting pakaian bekas impor ternyata juga merugikan produsen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tekstil, karena 80% produsen pakaian di Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro.

Meski dilarang, rupanya fenomena thrifting banyak digemari masyarakat. Banyak alasan menyukai thrifting, mulai dari hemat hingga untuk tampil gaya.

Hal tersebut diungkap Faiz Salman Ar-rosyiid dalam skripsinya berjudul Thrifting as a Cultural Studies: Representasi Budaya Thrifting sebagai Identitas Sosial yang ditulis pada 2022. Solopos.com mengakses skripsi tersebut di laman digilab.uns.ac.id. pada Sabtu (18/3/2023).

Advertisement

Dalam skripsi tersebut seorang melakukan thrifting yaitu faktor hemat, lingkungan, merek, gaya hidup, identitas pribadi. Meskipun pada kenyataannya seseorang tidak hanya memiliki satu tujuan saja seperti selain karena faktor hemat, pembeli juga merasa kegiatan tersebut sudah menjadi gaya hidup baginya.

Pembeli yang pertama merupakan pembeli yang melakukan thrifting karena alasan untuk berhemat.

Tujuan yang pertama ini memiliki kesesuaian dengan arti dari thrifting sendiri yaitu melakukan penghematan. Tentu saja pembeli ini akan mengutamakan faktor fungsi dan harga dalam pemilihan barang bekas yang akan dibeli.

Mereka akan memilih barang yang memang sedang dibutuhkan dan mencari harga yang sesuai dengan yang diinginkan.

Advertisement

Sedangkan pembeli kedua yaitu pembeli yang memiliki tujuan melakukan thrifting sebagai upaya dalam merawat lingkungan. Hal tersebut dikarenakan industri pakaian merupakan penyumbang yang cukup besar dalam pencemaran lingkungan ditambah produksi massal yang kerap dilakukan saat ini akibat adanya tren fast fashion.

Oleh sebab itu, beberapa orang terdorong untuk melakukan kegiatan thrifting agar dapat mengurangi alur produksi pakaian yang dapat mencemari lingkungan tersebut. Karena dengan adanya thrifting, pakaian akan secara terus menerus mengalami siklus konsumsi sampai benar-benar tidak dapat digunakan lagi.

Terakhir karena merek, barang-barang bekas yang terdapat di pasar thrifting merupakan barang yang telah diimpor dari luar negeri.

Oleh karena itu, barang bekas tersebut sering kali terdapat barang yang memiliki merek dari luar negeri yang apabila seseorang membeli dalam keadaan baru memiliki harga yang cukup tinggi.

Advertisement

Namun, dengan adanya impor barang bekas tersebut tentu saja harga dari barang yang memiliki merek tersebut akan mengalami penurunan karena sudah menjadi barang bekas yang sudah tidak digunakan lagi oleh pemilik sebelumnya yang membeli dalam keadaan baru.

Masyarakat pun dapat menikmati barang yang sebelumnya tidak bisa dimiliki melalui harga yang lebih murah dan dengan kondisi yang tidak jauh berbeda ketika membeli baru.

Thrifting lambat laun mulai berkembang menjadi suatu gaya hidup di masyarakat karena eksistensinya. Banyaknya masyarakat yang melakukan thrifting ditambah sudah terbentuknya pasar menyebabkan kegiatan tersebut menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh masyarakat.

Banyak event bermunculan menjadi sebuah fasilitas baru dalam melakukan thrifting ini, pembeli tidak perlu lagi bergelut dengan panas matahari dan debu yang ada di pasar.

Persebaran informasi yang cepat dan meluas menambah kegiatan ini terus menerus menyedot perhatian dan secara persuasif mengajak masyarakat melakukan hal yang serupa dengan berbagai manfaat yang didapat.

Tren dalam berpakaian yang beredar juga dapat didapatkan melalui barang-barang hasil thrifting.

Advertisement

Dengan mudah dan murahnya barang tersebut didapatkan, tentu saja masyarakat akan memilih melakukan thrifting agar dapat mengikuti gaya hidup yang sedang banyak dilakukan oleh masyarakat.

Seorang individu tentu saja memiliki sebuah identitas pribadi baik dibentuk oleh diri sendiri maupun masyarakat sekitar. Cara seseorang dalam berpakaian sering kali juga membentuk penilaian atas identitas pribadi tersebut.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk membentuk identitas tersebut termasuk melalui thrifting.

Dengan seorang individu melakukan pembelian barang bekas untuk dikenakan, individu tersebut memungkinkan untuk membentuk identitas pribadinya sebagai seseorang yang berhemat, peduli lingkungan, atau juga sebagai seorang yang bergaya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif