SOLOPOS.COM - Pertemuan bisnis para pemimpin perusahaan manufaktur dan industri dari Asia 2024 Pacific Junior Chamber International, digelar di Kamboja, Kamis (6/6/2024).(Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Sektor pertekstilan di Kamboja dinilai masih memiliki masa depan cerah karena didukung komitmen dari pemerintah setempat. Bahkan industri manufaktur pertekstilan masih menjadi salah satu dari tiga penggerak utama ekonomi di Kamboja.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah (Jateng), Liliek Setiawan, yang diundang sebagai ahli tekstil dari API, pada pertemuan bisnis para pemimpin perusahaan manufaktur dan industri dari Asia 2024 Pacific Junior Chamber International yang bertajuk Rising Together, Kamis (6/6/2024). Acara tersebut berlangsung pada 6-9 Juni 2024 di Siem Reap, Kamboja.

Promosi Perluas Akses Kehidupan Desa, Telkom Rekonstruksi Jembatan Gantung di Sukabumi

Liliek, sebagai perwakilan Industri manufaktur, menyampaikan banyak peluang yang bisa dijajaki antara negara Asia Pacific sebagai upaya penyelematan pasar dunia dari resesi global akibat berbagai krisis di Eropa dan Timur Tengah.

Namun yang menarik menurutnya, adalah komitmen dari pemerintah Kamboja dalam mengembangkan perekonomian yang digerakkan melalui tiga sektor utama, yakni pertanian, pariwisata dan industri tekstil.

“Sektor pertanian menjadi bidang utama ekonomi di Kamboja. Kemudian kedua dan ketiga didukung oleh pariwisata dan industri tekstil,” kata dia kepada Solopos.com melalui telepon, Kamis.

Dengan begitu Kamboja bisa tumbuh besar, salah satunya karena manufaktur tekstil yang menyerap banyak tenaga kerja. Kebijakan-kebijakan dari Pemerintah Kamboja juga dinilai sangat mendukung.

“Perhatian pemerintah terhadap industri manufaktur khususnya tekstil, luar biasa di Kamboja. Dalam sambutan Perdana Menteri, disebutkan tekstil adalah kebutuhan primer, dan mereka tidak mau kalau kebutuhan primernya bergantung pada negara lain. Seperti ini tentu semangat yang sangat hebat. Tidak justru bangga terhadap produk impor,” jelas dia.

Keberadaan produk impor dinilai tidak hanya mengganggu keberlangsungan produk yang dihasilkan industri tekstil dalam negeri. Di sisi lain, keberadaan industri tekstil dalam negeri berkontribusi pada penyerapan tenaga kerja yang banyak. Artinya, industri tersebut juga menghidupi banyak orang yang bekerja di dalamnya.

“Ini menunjukkan bahwa tekstil masih menjadi primadona di Kamboja, dan adanya sikap pemerintah yang jelas dan tegas,” lanjut dia.

Diberitakan sebelumnya, saat ini di Indonesia masih terjadi pro kontra mengenai munculnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang merevisi Pemendag Nomor 36 Tahun 2023. Dimana hal itu dinilai turut memperburuk kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya