SOLOPOS.COM - Ilustrasi kredit (Antara)

Solopos.com, SOLO — Mungkin Anda tida asing dengan istilah bank plecit atau bank keliling. Keberadaannya dinilai meresahkan karena terkadang dalam penagihan angsuran kepada nasabah bank plecit menggunakan cara-cara kekerasan.

Seperti yang belum lama ini terjadi di Wonogiri, Jawa Tengah. Sejumlah nasabah bank plecit diduga mengalami tindakan kekerasan dan intimidasi gara-gara telat membayar angsuran utang oleh oknum karyawan bank tersebut.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Tak hanya itu, para nasabah tersebut diduga juga dianiaya dengan cara dipukul, dimaki, bahkan hingga perut mereka diinjak. Akibat perlakuan itu, salah satu korban bahkan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Baca Juga: Sering Sasar Warga di Perdesaan, Bagaimana Sistem Kerja Bank Plecit?

Terkait penggunaan kekerasan saat penagihan kredit memang kerap terjadi. Biasanya pihak kreditur atau pihak yang memberikan pihak menggunakan jasa pihak ketiga atau dikenal debt collector.

Bank plecit atau biasa juga dinamakan bank keliling merupakan lembaga yang bukan bank atau perorangan yang meminjamkan bunga tinggi dan penagihan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

Sebenarnya belum ada dasar hukum spesifik yang mengatur pelaksanaan bank plecit namun dikutip dari jurnal akademik mengenai mengenai Aspek Hukum Bank Plecit dan Permasalahanya serta jurnal Kedudukan Bank Plecit dalam Sistem Perbankan Indonesia, atas konsekuensi peminjamannya ada asumsi bahwa bank plecit termasuk kedalam bank gelap atau ilegal.

Dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang selanjutnya disebut UU Perbankan, bank gelap dimaknai sebagai seorang ataupun pihak yang melangsungkan praktik seolah-olah adalah bank.

Baca Juga: Kisah Nasabah Bank Plecit, Pinjam Rp1 Juta Terima Rp885.000

Dalam pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 16 ayat (1) UU Perbankan memberikan batasan perbuatan bank gelap yakni, menghimpun dana masyarakat berbentuk simpanan tanpa seizin Pimpinan Bank Indonesia.

Sedangkan dalam praktiknya bank plecit hanya menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman, tanpa simpanan dari para nasabahnya. Hal inilah yang menimbulkan perbedaan persepsi dan pertanyaannya antara kedudukan sebenarnya bank plecit dalam undang-undang.

Sistem pelaksanaan bank plecit sendiri adalah perjanjian kesepakatan antara kreditur dengan nasabah.  Karena belum ada dasar hukum spesifik dalam urusan bank plecit nasabah bisa mendapatkan perlindungan hukum menurut Pasal 1320 KUHP perdata tentang syarat sah sebuah perjanjian/kesepakatan.

Ada empat syarat sah kesepakatan, pertama mereka yang mengikatkan diri, kedua kecakapan untuk membuat suatu perikatan, ketiga suatu pokok persoalan tertentu dan terakhir suatu sebab yang tidak terlarang.

Baca Juga: Terjerat Bank Plecit, Warga di Wonogiri Diancam Dipecat dari Pekerjaan

Jika syarat tersebut terpenuhi nasabah harus teliti agar tidak terjadi manipulasi dalam kesepakatan. Hukum yang melekat dalam perjanjian sah adalah Pasal 1338 ayat (1) KUHP Perdata yang berbunyi semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Dengan hal tersebut apabila salah satu pihak terutama nasabah dicurangi, maka kemungkinan akan bisa dilaporkan ataupun digugat ke pengadilan negeri.

Lebih baiknya kesepakatan juga harus disertai bukti saat pembuatan, jika kesepakatan tertulis kedua pihak antara debitur dengan nasabah memiliki salinan perjanjian. Jika kesepakatan dilakukan tidak dengan tulisan, maka bukti bisa berupa rekaman video maupun audio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya