SOLOPOS.COM - Ilustrasi Upah (Dok/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, MALANG — Upah Miminum Kota (UMK)  Malang pada 20222 diusulkan Rp2,994 juta atau naik Rp23.000 dibandingkan UMK 2021.

Wakil Dewan Pengupahan Kota Malang, Wildan Syafitri, mengatakan usulan besaran nominal UMK Kota Malang 2022 itu sudah mengacu PP36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Kami tidak berani menyimpang dari PP tersebut karena akan punishment dari Kemendagri bagi daerah yang melanggar,” ujarnya di Malang, Kamis (18/11/2021) kepada Bisnis.com.

Namun, kata dia, penentuan UMK mengacu PP No 26 tahun 2021 sebenarnya sudah memperhatikan kepentingan dua sisi, buruh dan perusahaan. Dari kepentingan buruh, aspek kesejahteraan mereka diperhatikan dengan mengacu pada inflasi.

Baca Juga: Tumbuh 55,54 Persen, Transaksi Uang Elektronik Capai Rp29,23 Triliun

Inflasi yang dihitung, inflasi yang tertinggi antara kota/kabupaten dan provinsi. Jika ternyata inflasi kota lebih rendah daripada inflasi provinsi, maka acuannya menggunakan inflasi regional.

“Seperti di Kota Malang, inflasi sampai September sebenarnya hanya 1,4 persen, lebih rendah dari Jatim yang mencapai 1,5 persen sehingga yang digunakan inflasi Jatim,” ucapnya.

Namun dari sisi buruh, kata dia, menilai inflasi 2021 sebenarnya bisa lebih tinggi jika memperhatikan proyeksi inflasi sampai akhir tahun, tidak sebatas sampai September.

“Usulan tersebut tidak bisa diakomodasi karena PP mengatur rigid tentang inflasi yang menjadi dasar perhitungan pengusulan UMK,” katanya.

Baca Juga: PPKM Level 3 Berlaku saat Libur Nataru, Ini Penjelasan Kemenhub

Mengawasi Penerapan

Sedangkan dari sisi kepentingan usaha, memperhatikan aspek pertumbuhan ekonomi. Intinya, jika ada pertumbuhan ekonomi, maka sektor usaha akan bisa bertahan meski upah naik.

Menurut Wildan, buruh juga meminta agar pemerintah mengawasi perusahaan dalam penerapan UMK karena berkaca pada 2021, ada banyak perusahaan di Kota Malang yang tidak melaksanakannya. Artinya, perusahaan tidak membayar pekerjanya sesuai UMK.

Menurut dia, sebenarnya jika ada perundingan bipartit antara pekerja dan perusahaan terkait dengan pembayaran upah, maka pemerintah tidak bisa melarang.

Baca Juga: Strategi Pemerintah Wujudkan Ekonomi Hijau Dimulai dari Kalimantan

Mekanisme perundingan bipartite sebenarnya sudah adil, karena pekerja sebenarnya mengetahui perkembangan perusahaan. “Jadi perusahaan harus fair. Jika usaha mereka berkembang, maka tidak ada alasan untuk tidak menerapkan UMK,” ucapnya.

Yang juga perlu menjadi perhatian, skala perusahaan di Kota Malang kebanyakan menengah kecil. Karena itulah, jika mereka dipaksa dengan kaku untuk menerapkan UMK tanpa diberikan peluang untuk menerapkan bipartite, akan menjadi masalah karena bisa berujung pada penutupan usaha.

“Atau sebaliknya, perusahaan mempekerjakan buruh dengan mekanisme di bawah tangan. Ini kan tidak sehat,” ucapnya.

Usulan UMK Kota Malang sudah disampaikan ke gubernur untuk mendapatkan persetujuan. Dia optimistis tidak akan ada perubahan karena sudah mengacu PP 35 tahun 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya