SOLOPOS.COM - Ilustrasi pinjol. (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menilai kerja sama lembaga pendidikan dengan aplikasi pinjaman online (pinjol) untuk menyelenggarakan acara merupakan sesuatu yang keliru.

Ia menyoroti kasus Dewan Mahasiswa (Dema) dan Senat Mahasiswa (Sema) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo yakni bekerja sama dengan aplikasi pinjol Akulaku saat Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Dema meminta mahasiswa baru melakukan registrasi aplikasi Pinjol Akulaku saat PBAK. Ia menilai, tidak sepantasnya lembaga pendidikan bekerja sama dengan pihak penyedia aplikasi pinjol

“Jelas bukan langkah yang cerdas mencari sponsorship dari aplikasi pinjol, sementara pinjol itu jadi masalah besar di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Senin (7/8/2023).

Menurut Darmaningtyas, panitia acara yang menggandeng pinjol tersebut juga harus lebih awas terhadap kerja sama yang dilakukan. Perlu pengawasan lebih ketat dari para panitia terkait data mahasiswa yang diberikan dalam acara tersebut.

“Panitianya yang harusnya lebih cerdas, masa tidak tahu implikasi pengisian data secara lengkap tersebut. Masa sekedar mendapatkan snack dengan cara meyerahkan datanya secara lengkap? Panitia mestinya bisa lebih teliti untuk apa data tersebut dihimpun,” lanjutnya.

Selain menyalahkan pihak panitia, Darmaningtyas menilai mahasiwa yang mengisi data tersebut semestinya bisa lebih kritis. Selain itu, peserta seharusnya juga memahami untuk apa kegiatan tersebut digelar.

“Ya aneh saja kalau ada mahasiswa yg mau mengisi data pribadi secara lengkap tanpa mengetahui kegunaannya secara persis. Untuk apa acara tersebut digelar? Kalau untuk edukasi literasi keuangan mestinya bukan dari aplikator, tapi dari orang yang paham mengenai pinjol,” lanjutnya.

Terpisah, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Eko Yunianto, mengatakan pihak aplikasi pinjol diwajibkan untuk menjaga data nasabah agar tidak disalahgunakan. Eko menilai, hal tersebut sudah menjadi patokan operasional bagi penyedia aplikasi pinjol.

“Jadi sesuai POJK 6/POJK.07/2022 pasal 6, pada intinya PUJK/perusahaan pinjaman online yang terdaftar dan berizin dari OJK wajib memiliki dan menerapkan kebijakan prosedur tertulis (SOP) perlindungan konsumen yang mencakup diantaranya perlindungan data dan/atau informasi konsumen,” ungkapnya.

Disinggung mengenai produk pinjol yang jamak digunakan mahasiswa saat ini, Eko mengatakan hal tersebut wajar karena sudah dianggap cakap secara hukum.

‘”Bagi masyarakat yang sudah di anggap cakap hukum dan telah memiliki dokumen identitas, boleh untuk menggunakan pinjol. Sejauh ini juga belum ada aduan kasus terkait masalah pinjol dan lembaga pendidikan,” ujarnya.

Kasus mahasiwa dengan pinjol bukan hal yang baru. Sebelumnya ada mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang terjebak pinjol hingga membunuh temannya.

Dikutip dari Bisnis.com, Pelaku membunuh adik tingkatnya tersebut untuk bisa mendapatkan uang dan membayar hutang pinjol milknya.

Sedangkan di 2022, ada ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terjebak pinjol.

Total sebanyak 311 orang menjadi korban penipuan dengan modus pinjaman online dan 126 di antaranya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).

Kasus ini berawal saat terduga pelaku menawarkan para mahasiswa untuk membeli produk di toko online.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya