SOLOPOS.COM - Eko di depan gerai BRILink miliknya. (Solopos/Suwarmin)

Solopos.com, SOLO – Dengan penuh semangat, Dedi menceritakan kisah perjalanan usaha mikronya. Dedi, nama panggilan dari Didik Andrianto memulai usaha bubur bayi 7 tahun silam. Nama brand-nya Bubur Bayi Mas Pandu. Bisa ditebak, Pandu adalah nama anaknya, anak pertama Dedi.

Terinspirasi oleh kesulitan memenuhi kebutuhan makanan bayi yang sehat, sosok berusia 36 tahun ini membuka usahanya. “Temuan” usaha ini dijalaninya dengan tekun. Sebelumnya dia sempat memulai beberapa usaha, namun tidak berlanjut. Di antaranya membuat pupuk organik, ternak bebek, hingga membuat tempe. Kini usahanya berkembang.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Dia mempunyai 23 gerai di Sukoharjo dan Bandung. Karyawannya kini berjumlah 24 orang yang sebagian besar mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Sukoharjo, Solo, dan sekitarnya yang bekerja selama 2 jam setiap pagi. Dia menghabiskan 15 kg beras per hari dengan omset Rp3 juta sehari, atau Rp90 juta sebulan. Gerainya buka setiap hari, termasuk Minggu.

“Target saya 50 outlet. Termasuk pengin buka di Jogja,” kata bapak dua anak ini, Senin (13/2/23). Memulai usaha dengan modal Rp200.000, Dedi memutuskan bermitra dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk mengembangkan usaha mikronya.

Kini Dedi berhimpun dalam komunitas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di tempat tinggalnya, kawasan Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Jateng. “Saya pengin membangkitkan orang-orang untuk berani berwira usaha,” ujar Dedi yang mulai memberlakukan pembayaran melalui QRIS di gerainya.

Lain Dedi, lain pula Eko Budianto, 46. Eko Bersama istrinya, Niken, sejak awal mengelola usaha toko kelontong di depan Pasar Bugel, Polokarto, Sukoharjo. Ia juga mempunyai usaha rental mobil. Sejak 8 tahun silam ruang usahanya semakin dinamis setelah dia bergabung sebagai agen BRILink. Delapan tahun sejak bergabung dalam BRILink, Eko dan Niken kini mempunyai 3 gerai BRILink.

“BRILink saya yang pertama kini rata-rata transaksi perhari mencapai 200, dengan rata-rata penghasilan Rp1 juta,” cerita Eko, Senin (13/2/23). Belum lagi ditambah dengan dua gerai BRILink-nya yang lain.

Eko mengakui sejak pandemi Covid-19, gerai BRILink yang dikelolanya makin laris. Terjadi perubahan culture masyarakat dalam berhubungan dengan bank. Tak perlu antre di bank, tak perlu berdandan formal, tak perlu jauh-jauh. Cukup dengan agen BRILink terdekat, lalu transaksi, beres. “Dekat, cepat, dan aman,” katanya.

Emak-emak cukup dengan berdaster datang ke agen BRILink untuk membayar angsuran bulanan kreditnya. Berikutnya, Eko dan istrinya akan mengembangkan level keagenan BRILink-nya sehingga bisa menyalurkan usaha mikro hingga Rp10 juta.

Dengan agen BRILink, pelaku usaha segmen ultra mikro kini dapat mengajukan kredit ultra mikro lebih dekat, aman, dan cepat. Hal ini merupakan bagian dari sinergi holding Ultra Mikro antara BRI, PT Pegadaian, dan PT PNM.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pihaknya terus membuka akses layanan keuangan seluas-luasnya kepada masyarakat. Salah satunya adalah akses pengajuan pinjaman ultra mikro yang lebih dekat melalui Agen BRILink.

Dedi adalah salah satu dari puluhan juta nasabah mikro yang dibina BRI dan grupnya. Eko hanyalah salah satu dari ratusan ribu agen BRILink di seluruh Indonesia. Menurut bri.co.id, jumlah agen BRILink hingga Desember 2022 mencapai 627 ribu. Sebuah sukses lain dari BRI dalam mengembangkan inklusi perbankan dan layanan yang lebih dekat dengan masyarakat.

Pendorong Utama

Dedi di depan gerai Bubur Bayi miliknya. (Solopos/Suwarmin)
Dedi di depan gerai Bubur Bayi miliknya. (Solopos/Suwarmin)

Seperti dikutip Solopos.com, dalam konferensi pers yang Rabu (8/2/23), Sunarso mengumumkan capaian spektakuler BRI. Bank dengan nama BBRI di bursa saham ini meraup laba Rp51,4 triliun pada 2022. Sunarso mengakui peningkatan laba BRI ini lebih disebabkan jumlah nasabah mikro yang tumbuh pesat hingga lebih dari 15 juta nasabah mikro.

Secara grup, jumlah nasabah mikro yang dibina BRI lebih dari 34 juta nasabah. Menurut dia, pendorong utama laba BRI adalah semakin banyaknya usaha mikro yang dilayani, yakni naik lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun 2008.

Yang menarik, kata Sunarso, laba jumbo BRI ini terjadi bersamaan dengan penurunan margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) yang telah turun sebanyak 33% dibandingan NIM BRI tahun 2008. Sosok Eko merupakan wajah nyata transformasi culture dan digital BRI.

Agen BRILink memungkinkan layanan perbankan hingga ke desa-desa. Seolah-olah BRI mempunyai ratusan ribu karyawan baru yang mencari gajinya sendiri. Ini semua dimungkinkan oleh kerja digital yang tentu saja didukung oleh infrastruktur digital yang kuat.

Pun demikian dengan Dedi yang memanfaatkan kemudahan akses kredit BRI sekaligus pendampingan usaha yang dilakukan BRI. Sebuah nilai tambah kalau kemudian Dedi juga mendorong dan mengembangkan lingkungannya untuk berani berkarya dan berusaha.

Menurut Kepala Cabang BRI Sukoharjo Dodi Hartono, Eko dan Dedi menjadikan wajah BRI yang semakin dekat dengan masyarakat, tanpa menambah kantor baru.

“Layanan perbankan semakin tersebar, semakin banyak warga masyarakat yang terbantu mengembangkan usahanya, bisnis makin berkembang dan kebermanfaatan semakin luas dirasakan masyarakat,” kata Dodi, Senin (13/2/23).

Situasi di lapangan ini senada dengan data yang menunjukkan bahwa digitalisasi terbukti mampu mengakselerasi kinerja BRI pada saat pandemi. BRImo, misalnya, super apps milik BRI yang mampu mencatatkan pertumbuhan sangat signifikan selama pandemi.

Sepanjang 2022, pengguna BRImo melejit 68,46% yoy menjadi 23,85 juta pengguna dengan volume transaksi mencapai Rp2,669 triliun. Sedangkan jumlah agen BRILink mencapai 627 ribu agen (meningkat 24,6% yoy) dengan transaksi mencapai 1,08 miliar dan volume transaksi Rp1.298 triliun (tumbuh 13,5% yoy) dan menjangkau 58 ribu desa atau mengkaver sekitar 72% total desa di Indonesia.

Transformasi BRI dimulai dari dalam dengan menyiapkan pondasi yang mapan dalam hal sumber daya manusia (SDM), penyesuaian strategi terkait dengan naik turunnya pandemi dan pengembangan digital.

Dari sisi culture, pada pertengahan 2020 yang lalu BRI menyelaraskan core value untuk meningkatkan mutu SDM perseroan. Selain mengimplementasikan AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) sebagai budaya kerja BUMN, BRI juga menyelaraskan dengan core value perseroan.

Menurut Sunarso, hasilnya dapat dirasakan bahwa saat ini seluruh insan BRIlian (Pekerja BRI) menyadari peran pentingnya untuk memberikan makna bagi Indonesia, baik melalui economic value maupun social value.



Lebih lanjut, Sunarso mengungkapkan bahwa transformasi culture di BRI dilakukan untuk membangun Performance Driven Culture dengan membangun performance management system, yang membutuhkan management information system yang didukung oleh data yang valid dan akurat.

Transformasi culture dan digital ini membawa BRI mempertahankan predikat “World’s Largest Public Companies in Indonesia” dalam pemeringkatan Forbes 2022. Secara internasional, BRI menempati ranking ke-349 dunia atau naik peringkat dari urutan ke-362 pada tahun sebelumnya.

Melihat profil pelaku usaha mikro seperti yang diwakili figur Dedi, dan profil agen BRILink seperti dalam diri Eko, mengutip pernyataan Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto di Bogor beberapa waktu lalu, BRI bukan hanya juara nasional secara economic value, tetapi juga kampiun secara social value.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya