SOLOPOS.COM - Ilustrasi Generasi Sandwich. (Freepic)

Solopos.com, SOLO — Melakoni kerja sambilan di samping pekerjaan utama menjadi kesibukan warga Solo, Hermawan, 32, akhir-akhir ini. Beban finansial keluarga membuatnya harus kerja ekstra untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Hermawan memilih merantau ke Jakarta sebagai karyawan swasta sebagai IT support dengan gaji Rp5,5 juta per bulan. Setelah pulang bekerja pukul 17.00 WIB, dia kemudian beralih menjadi pekerja harian memasang saluran Internet. Pendapatan yang diperolehnya per bulan dia rasa pas-pasan untuk memenuhi istri dan satu anaknya yang belum genap setahun.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Terlebih, adik keduanya harus membayar uang kuliah tunggal (UKT) senilai Rp4,5 juta dengan tenggat waktu akhir pekan ini. “Bakal dicarikan di pinjaman online [pinjol], bayarnya ya mengandalkan gaji per bulan berikutnya,” terang dia saat dihubungi Solopos.com, pada Senin (22/4/2024).

Dia memilih menggunakan pinjol karena menjadi cara paling mudah mendapatkan dana tambahan. Beberapa kali dia memang menggunakan pinjol untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, misalnya untuk mudik. Hermawan juga tidak memiliki dana darurat, hidupnya saat ini bergantung kepada gaji bulanan.

Serupa dengan Hermawan, karyawan swasta, Rikzy 28, mengaku juga harus membayar biaya pendidikan adiknya, apalagi setelah ibunya meninggal dunia 2018 lalu.

Dia berkisah adiknya sempat mengambil gap year selama setahun sebelum akhirnya memutuskan berkuliah. Tinggal bersama adiknya tersebut membuat fokus memenuhi kebutuhan finansial sehari-hari. Dia mengaku belum berkeinginan menikah sebelum adiknya lulus kuliah.

Hermawan dan Rizky adalah potret generasi sandwich atau generasi roti lapis yang terimpit di dua generasi. Berdasarkan hasil survei dataindonesia.id, hampir separuh atau 46,3% generasi Zenial (Gen Z) di Indonesia menjadi generasi sandwich.

Mereka harus terhimpit oleh beban keuangan lantaran punya tanggung jawab menghidupi diri sendiri, orang tua, dan anaknya dalam waktu bersamaan. Survei dilakukan secara daring terhadap 472 responden gen z di seluruh Indonesia pada 1 Agustus-22 Oktober 2023.

Dampak bagi Gen Z

Survei ini menggunakan metode simple random sampling dengan tingkat toleransi kesalahan (margin of error) kurang dari 5%. Ada beberapa dampak menjadi generasi sandwich bagi Gen Z, misalnya merasa bersalah jika tak mampu penuhi kebutuhan keluarga, dan merasa khawatir pada masa depan sendiri.

Mereka juga merasa sulit memiliki tabungan pribadi atau keluarga inti, mudah mengalami stres dan burnout, dan memiliki keterbatasan kesempatan kerja atau pengembangan karier.

Director & Co-Founder Oneshildt Financial Planning, Budi Raharjo, menjelaskan generasi sandwich adalah kelompok orang yang merawat orang tua dan anak-anak mereka secara bersamaan.

“Mereka berada di antara dua generasi yang membutuhkan perhatian dan dukungan, sehingga sering kali menjadi beban yang berat,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Senin.

Istilah ini kali pertama diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, pada 1981. Profesor sekaligus direktur praktikum Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat (AS), ia memperkenalkan istilah generasi sandwich dalam jurnal berjudul The ‘Sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging.

Budi menyebut sebagian dari orang Indonesia adalah generasi sandwich. Merawat orangtua dan anak-anak pada saat yang sama dapat sangat menantang dan memerlukan waktu, energi, dan sumber daya finansial yang besar.

Beban yang ditanggung oleh generasi sandwich dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental serta kestabilan finansial keluarga Berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional 2017 sebanyak 62.64% kaum lansia di Indonesia tinggal bersama anak dan cucunya.

Menjadi bagian dari generasi sandwich dapat membuat tekanan finansial dari kedua arah, sehingga dapat mengakibatkan kurang maksimal dalam menyiapkan dana pensiun. Generasi sandwich juga memiliki tantangan biaya pendidikan anak yang setiap tahun cenderung mengalami kenaikan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua.

Tipe Generasi Sandwich

Budi menguraikan ada beberapa tipe generasi sandwich, pertama the traditional sandwich generation yaitu orang dewasa berusia 40 tahun hingga 50 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan finansial.

Ada juga the club sandwich generation yaitu orang dewasa berusia 30 tahun hingga 60 tahun yang diimpit oleh beban orang tua, anak, cucu (jika sudah punya), dan atau nenek kakek (jika masih hidup).

Terakhir, the open faced sandwich generation yaitu siapapun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun bukan merupakan pekerjaan profesionalnya (seperti pengurus panti jompo) termasuk ke dalam kategori ini.

Budi mengatakan ada beberapa masalah keuangan yang terjadi pada generasi sandwich, yaitu defisit cashflow, sulit menabung untuk pensiun, dan cicilan terlalu besar.

“Masalah lain perencanaan keuangan terlalu konservatif dan spekulatif serta tidak mengantisipasi risiko kesehatan dan jiwa,” kata dia.

Ada dua tantangan besar yang harus dihadapi oleh generasi sandwich, yaitu pengelolaan beban finansial ganda yaitu mendukung orang tua dan mempersiapkan masa depan anak-anak.

Tantangan kedua adalah kemandirian finansial di masa tua. Tujuan keuangan yang penting bagi generasi sandwich adalah perencanaan pensiun. Hal ini dibutuhkan untuk memastikan kemandirian finansial di masa tua, sehingga tidak menjadi beban bagi anak-anak.

“Ini sangat penting bagi generasi sandwich karena mereka sudah merasakan beban finansial mendukung dua generasi. Dengan merencanakan pensiun dengan baik, mereka dapat memutus rantai generasi sandwich di masa depan,” ujarnya.



Investasi Cerdas

Untuk memutus rantai generasi sandwich, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, misalnya dengan mengatur prioritas keuangan, strategi tabungan yang efektif, serta investasi cerdas.

Generasi sandwich juga perlu mengantisipasi pengeluaran tak terduga yaitu dengan cara membangun dana darurat dan memiliki asuransi. Idealnya, dana darurat harus mencukupi biaya hidup tiga bulan hingga enam bulan. Dana darurat bisa dimulail dengan target kecil dan bangun secara bertahap.

Selain itu bisa dengan cara berutang bijak, cerdas, dan sehat dengan mengendalikan utang dalam porsi yang sehat maksimal cicilan 35% dari penghasilan dan bertanggung jawab.

Memutus rantai generasi sandwich juga bisa dilakukan dengan cara mengajarkan anak literasi keuangan sejak dini. Menurut Budi, bekal anak tidak hanya pendidikan yang memadai, namun juga bekal keahlian hidup yang tidak diajarkan di sekolah.

Cerdas keuangan sejak awal, dengan anak memiliki literasi keuangan yang memadai, mereka dapat mengatur penghasilan dan pengeluarannya serta merencanakan kehidupannya dengan lebih baik di setiap tahapan kehidupannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya