SOLOPOS.COM - Ilustrasi minum kopi. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Tak dimungkiri, kopi merupakan salah satu minuman yang paling digemari di dunia sejak abad ke-17. Fenomena menjamurnya coffee shop di Kota Solo menjadi tanda bila peluang bisnis ini masih sangat menjanjikan sekaligus membuat persaingan usaha ini makin ketat.

Merebaknya coffee shop, juga berpengaruh dengan pola konsumsi dan aktivitas masyarakat. Kini, orang memilih tinggal di kedai kopi favoritnya dengan berbagai macam alasan.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Salah satunya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ajeng Rizky, 21, yang bisa setiap hari mengunjungi coffee shop. Kenyamanan dalam mengerjakan tugas kuliah dan skripsi membuatnya betah berada di coffee shop favoritnya.

“Soalnya kalau mengerjakan [tugas kuliah] di indekos mempunyai efek lebih gampang mengantuk. Soalnya ada kasur di sebelah. Apalagi ketika di indekos enggak ada meja belajar,” ujar Ajeng pada Kamis (23/2/2023).

Ajeng menuturkan di coffee shop ada kursi dan meja yang lebih nyaman serta fasilitas ruangan dilengkapi penyejuk udara, serta live music lebih membuatnya nyaman dan fokus untuk mengerjakan tugasnya.

Pelengkap kopi yang ia pesan berupa camilan bisa menambah mood-nya untuk mengerjakan dengan lebih giat. Jadi menurut Ajeng, mengunjungi kedai kopi tidak hanya untuk nongkrong, banyak juga yang datang untuk mengerjakan tugas.

Ajeng kerap mengunjungi coffee shop sendirian, karena memang untuk menghindari pengaruh lain yang bisa membuatnya terganggu misalnya dengan berbincang-bincang. Ia sendiri memilih coffee shop dengan rentang harga yang wajar. Ia menganggap satu porsi minuman atau camilan yang masih dibanderol dengan harga Rp18.000 hingga Rp26.000 per porsi masih sangat wajar.

Karyawan swasta asal Solo, Wulansih, 20, mengaku mengunjungi coffee shop hanya pada akhir pekan. Ia menyukai kedai kopi yang ada live music untuk mengusir kepenatannya dalam bekerja. Wulan mengaku seringkali datang ke coffee shop bersama-sama temannya hanya untuk sekadar berkumpul hingga tengah malam.

Suasana kedai kopi Ruang Tengah di Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. (Istimewa/Ruang Tengah)

Pemilik Kedai Kopi Ruang Tengah, Syaifulloh Al Fariz Hakim, merintis kedai kopi miliknya mulai 2021, namun Ruang Tengah sendiri dirintis lebih dulu yakni sejak 2019. “Kedai Ruang Tengah sendiri itu buka pada 2019, jadi untuk pendirinya itu kakak tingkat saya di kampus. Dua tahun berjalan pada saat itu saya masih menjadi pelanggannya, lalu dengar kabar kalau Kedai Ruang Tengah itu mau ditutup atau oper kontrak, karena salah satu pendirinya mau pulang kampung dan enggak bisa diteruskan kedainya,” ujar Fariz.

Mendengar kabar tersebut ia menyayangkan rencana ditutupnya kedai kopi favoritnya. Jadi ia memutuskan untuk mengoper kontrak kedai Ruang Tengah dengan biaya Rp15 juta. Salah satu pertimbangan ia kala itu adalah pembatasan aktivitas masyarakat saat pandemi Covid-19 mulai diperlonggar.

“Untuk konsep sendiri dengan memjamurnya kedai kopi atau coffee shop di Solo, kami memutar otak kembali dengan membawa konsep seperti rumah, yang menjadikan pelanggan nyaman dengan tempat kami. Mungkin dalam segi pelayanan kami berusaha untuk menjadi dekat dengan pelanggan, menjadi kawan,” papar Fariz.

Fariz mengungkapkan perbedaan kedai kopi miliknya dari segi rumah tua atau tradisional sebagai kedai kopi berukuran 15 meter persegi tersebut. Serta masih menggunakan alat pembuat kopi yang manual atau manual brew.

“Biasanya konsumen itu memilih kedai kopi yang mungkin mudah dijangkau tempatnya, dari pelayanannya, nyaman tempatnya, dari produknya, dan mungkin dari harganya yang pas dikantong, sama jam tutup kedai, konsumen cari yang buka sampai pagi untuk nongkrong. Serta free Wi-Fi dan banyak stop kontak,” terang Fariz.

Kedai kopi miliknya menawarkan minuman dan makanan dari harga Rp5.000 hingga Rp17.000, serta tutup pukul 02.00 WIB. “Pelanggan kadang ramai, kadang pas hujan juga enggak ada pelanggan, cuma rata-rata ya 12 hingga 20 orang, karena musim hujan ini cuma agak menurun,” tambah Fariz.

Pemilik Kafe Bukuku Lawas, Sigit Pamungkas, merintis kedai kopinya sejak 2018. Seperti namanya, dia tidak hanya menyediakan kopi, namun juga buku untuk diperjualbelikan. Uniknya puluhan ribu buku yang memenuhi dinding kafe itu adalah buku rosok alias buku bekas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya