SOLOPOS.COM - Dereta bus yang sedang berhenti di Pintu Timur Terminal Tirtonadi, Gilingan, Solo, Jumat (1/8/2023) .(Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO —  Sejumlah pihak kian ketat melakukan pengawasan setelah adanya kecelakaan maut bus di Ngawi pekan lalu.

Kepala Urusan (Kaur) Lalu Lintas Terminal Tipe A Tirtonadi Solo, Sunardi, mengatakan saat ini pihak Terminal Tirtonadi, hanya bisa mengontrol kondisi bus sebelum berangkat.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Selebihnya, Sunardi mengatakan pihaknya selalu berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik bagi para penumpang di dalam terminal.

“Kami hanya bisa mengontrol kelayakan bus, bannya bagaimana, lampunya menyala atau enggak, remnya bagaimana. Kalau sudah kecelakaan dan faktornya human error tentu kami enggak bisa berbuat banyak, itu seharunya kesadaran dari pihak sopir bus untuk berhati-hati,” ujarnya.

Ia juga berharap para perusahaan otobus (PO) bisa mengikuti standar keselamatan yang ditentukan oleh undang-undang, salah satunya adalah soal jumlah sopir bus.

Standar jumlah bus antarkota antarprovinsi (AKAP), menurutnya yakni berjumlah dua orang untuk satu kali perjalanan.

“Standarnya kalau Bus AKAP itu dua sopir untuk satu kali perjalanan dan sudah ada di undang-undang. Tapi ya masih banyak PO yang mengabaikan itu karena alasan biaya,” ujarnya.

Sunardi mengatakan, banyak hal yang menyebabkan sopir bus menyetir ugal-ugalan. Salah satunya yakni rasa semangat dan kian percaya diri ketika bus yang dikemudikan tampil di media sosial, baik karena ugal-ugalan maupun soal pelayanan.

“Banyak sopir bus yang pengin tampil, pengin dikenal di media sosial, nyetir ugal-ugalan atau serampangan supaya kelihatan dan bisa tampil. Saya enggak habis pikir sebenarnya, padahal pekerjaan mereka itu membawa nyawa banyak orang,” ucapnya.

Ia juga tidak menampik peran media sosial saat ini bak dua sisi mata uang yang harus dihadapi. Sunardi bahkan mengatakan, ada beberapa PO yang akhirnya menutup akses para influencer atau penggemar bus agar para sopir tidak ugal-ugalan.

“Akhirnya banyak saat ini PO yang menutup akses buat influencer itu, karena dampaknya ternyata cukup besar. Menariknya, banyak penumpang juga yang memilih naik bus karena sering masuk ke media sosial. Misalkan bus A itu sering diunggah di media sosial karena sering mengemudi ugal-ugalan, justru penumpangnya banyak karena penasaran akan sensasi dan pengalamannya itu,” ujarnya.

Spekulasi yang sama disampaikan salah satu sopir bus trayek Solo-Semarang-Jakarta, Sunyoto. Menurutnya ada beberapa tren menarik ketika para sopir bus unjuk gigi di jalan raya untuk eksistensi media sosial.

Ia mencontohkan beberapa rekannya yang bangga ketika bus yang dikendarainya tertangkap video mengemudi ugal-ugalan di media sosial.

“Banyak yang sekarang bangga sekali kalau ada di TikTok atau Instagram, mereka ketahuan nyetir kencang dan ugal-ugalan terus diunggah warganet di medsos, sopir busnya kemudian bangga dan malah jadi motivasi,” ulasnya.

Sementara itu, soal kesejahteraan sopir dan jalannya bus yang ugal-ugalan sebenarnya sudah diawasi secara ketat oleh pihak  PO.

Sejumlah sopir sudah sangat diawasi ketat oleh PO dan beberapa sudah mulai menyadari pentingnya keselamatan berkendara. Beberapa bus bahkan memiliki sensor khusus soal kecepatan.

Mereka yang kecepatannya melebihi batas bakal didenda minimal Rp25.000 sekali melanggar.

“Sekarang siapa yang mau nyetir terus kecelakaan dan istilahnya berangkat pamit ke keluarga, pulang mung gari jeneng. Sopir itu sebenarnya juga sudah sangat hati-hati, tapi memang namanya bawa kendaraan besar, itu kadang enggak kerasa tiba-tiba sudah kecepatan 100 km/jam, makanya PO banyak yang pakai sensor sekarang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya