Bisnis
Rabu, 13 April 2022 - 08:33 WIB

LPS Sebut Inflasi Nasional akan Meningkat, Ini Sederet Faktornya

Bayu Jatmiko Adi  /  Dionisio Damara  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Karyawan beraktivitas di dekat logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Jumat (10/7/2020). (Bisnis.com)

Solopos.com, JAKARTA – Inflasi nasional diperkirakan akan mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya beberapa harga komoditas.

“Beberapa penyebab utama yang dapat mendorong kenaikan inflasi di antaranya kenaikan PPN [Pajak Pertambahan Nilai], kenaikan harga BBM, kenaikan harga minyak goreng di atas harga eceran tertinggi, serta efek musiman Ramadan dan Idulfitri,” ujar Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Advertisement

Purbaya menuturkan bahwa sepanjang Maret 2022, inflasi nasional relatif terkendali di angka 2,64 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Baca Juga: Ekonomi Digital Dorong Inovasi Perusahaan, Perbankan, dan Pendidikan

Advertisement

Baca Juga: Ekonomi Digital Dorong Inovasi Perusahaan, Perbankan, dan Pendidikan

Namun, lanjutnya, inflasi tersebut berpotensi mengalami peningkatan ke depan.

Selain itu, dia memaparkan bahwa ketegangan geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina memiliki dampak terhadap Indonesia melalui berbagai jalur.

Advertisement

Baca Juga: DPK BRI Tembus Rp1.138,7 Triliun, Jadi Amunisi Genjot Perekonomian

Kedua, selain menyebabkan kenaikan terhadap harga-harga komoditas energi juga menyebabkan kenaikan terhadap harga-harga komoditas lain, seperti nikel dan CPO [Crude Palm Oil].

“Konflik dua negara tersebut akan menyebabkan kekhawatiran terhadap suplai atas komoditas-komoditas tersebut,” kata Purbaya. Faktor ketiga adalah konflik Rusia dengan Ukraina juga menyebabkan peningkatan disrupsi rantai pasok global. Sebelumnya, disrupsi rantai pasok sudah sempat mengalami perbaikan.

Advertisement

“Namun, sekarang terlihat kembali ada peningkatan disrupsi rantai pasok, terutama untuk produk-produk yang berkaitan dengan Rusia dan Ukraina,” ujarnya.

Faktor terakhir, kata Purbaya, adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan global. Ketidakpastian yang timbul atas konflik Rusia dan Ukraina juga menyebabkan kekhawatiran investor di pasar keuangan.

Baca Juga: LPS Raih Penghargaan Kehumasan

Advertisement

Di sisi lain, ketahanan perbankan hingga saat ini dinilai masih cukup kuat. Bahkan lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan melampaui kinerja penyaluran kredit per Februari 2022.

Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan ketahanan perbankan masih cukup kuat, didukung oleh tingkat permodalan yang tinggi di level 25,8%. Likuiditas juga longgar di tengah meningkatnya ketegangan konflik geopolitik Rusia dan Ukraina, serta percepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral dunia.

Purbaya juga mengatakan per Februari 2022, total aset perbankan tumbuh 10,3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Hal ini ditopang oleh DPK yang tumbuh 11,1% yoy, sementara kredit naik 6,3% yoy.

“Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari pertumbuhan kredit membuat likuiditas perbankan masih longgar dengan loan to deposit ratio (LDR) di level 78,0%,” kata Purbaya dalam acara Silaturahmi LPS dan Perbankan di Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Baca Juga: LPS Jamin Simpanan 447,1 Juta Nasabah Bank

Menurutnya hal itu juga tercermin pada tingginya aset likuid bank, yang didominasi oleh penempatan pada SBN (Surat Berharga Negara) dan di Bank Indonesia (BI). Sedangkan sisi kualitas aset, kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) gross terjaga di level 3,1%.

Namun, kondisi tersebut masih dibayangi oleh potensi peningkatan risiko kredit dari kredit yang direstrukturisasi dan kredit kolektibilitas. LPS mencatat saat ini rasio loan at risk (LAR) sebesar 19,8% dan rasio kredit restrukturisasi sebesar 16,4%. Jika dibandingkan dengan 2020 lalu, rasio risiko kredit tersebut telah menunjukkan tren perbaikan.

Purbaya menuturkan sebagai bentuk mitigasi risiko kredit, perbankan terus memupuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) secara bertahap yang telah mencapai Rp353,7 triliun per Februari 2022. Dengan begitu, rasio coverage CKPN terhadap NPL relatif tinggi mencapai 199,4%.

 

Advertisement
Kata Kunci : LPS DPK Kinerja Perbankan
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif