SOLOPOS.COM - Webinar inklusi Keuangan 2022: Pinjaman Lancar, Kantong Aman, yang disiarkan di Youtube Espos Live, Kamis (20/10/2022) menghadirkan tiga pembicara, Financial Planner yang juga CEO & Founder Finante.id, Rista Zwestika Reni S.Sos. CFP (kanan bawah); Wakil Ketua Klaster Multiguna Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang juga CEO Rupiahcepat, Yolanda (kanan atas) dan VP Sales Regional Java Investree, Shareang Kusuma W. (kiri atas). (Tangkapan Layar)

Solopos.com, SOLO — Untuk menjalankan sebuah usaha, sebagian besar orang akan berpikir mengenai dukungan modal. Sementara jika modal tidak dikelola dengan baik, juga akan menimbulkan persoalan baru. Untuk itu pelaku usaha juga perlu memperhatikan beberapa hal terkait modal terutama yang didapatkan dengan model pinjaman.

Hal tersebut dibahas dalam Webinar Inklusi Keuangan 2022: Pinjaman Lancar, Kantong Aman, yang disiarkan di Youtube Espos Live, Kamis (20/10/2022). Webinar tersebut menghadirkan tiga pembicara, di antaranya adalah Financial Planner yang juga CEO & Founder Finante.id, Rista Zwestika Reni S.Sos. CFP; Wakil Ketua Klaster Multiguna Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang juga CEO Rupiahcepat, Yolanda dan VP Sales Regional Java Investree, Shareang Kusuma W.

Promosi Fokus Transformasi, Telkom Bagikan Dividen Rp17,68 Triliun atau Tumbuh 6,5%

Rista mengawali webinar dengan memaparkan materi berjudul Bagaimana Strategi Ekspansi Bisnis Melalui Pendanaan Tepat. Dia menekankan, berbicara keuangan bisnis, jangan terpaku dengan keuntungan besar di awal, sebab memulai bisnis itu tidak mudah.

Berdasarkan keterangan dari Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM berkontribusi sebesar 61,07% terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun dari data lain, yakni Forbes.com, menyebutkan 8 dari 10 pelaku usaha kecil, mengalami kegagalan di tahun kedua. Menurutnya hal ini muaranya akan kembali ke masalah modal yang tidak cukup.

Terlebih di masa pandemi lalu, ada beberapa alasan UMKM menutup usahanya. Selain karena kesulitan bahan baku, kesulitan akses keuangan, regulasi pemerintah, penurunan permintaan dan kekurangan biaya produksi juga menjadi alasannya. Hal ini menunjukkan jika kendalanya kembali pada uang.

Dalam menjalankan usaha, setelah melakukan perencanaan matang dan menentukan tujuan bisnis, selanjutnya adalah memahami cara pemetaan uang. Menurutnya, kesehatan keuangan bisnis yang pertama adalah biaya tidak melebihi pendapatan atau penjualan, mempunyai dana cadangan, pertumbuhan positif saldo kas setara kas dan tingkat rasio utang cenderung rendah.

Baca Juga: Wujudkan Gaya Hidup Halal dengan Asuransi Syariah

Modal dikatakan sebagai sumber daya pengembangan bisnis. Besaran modal tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan usaha. Modal dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yakni modal untuk memulai bisnis, modal untuk menjalankan bisnis dan modal untuk menutup biaya tak terduga.

Sumber modal bisa memanfaatkan aset internal dan sumber eksternal seperti investor, pendanaan, kreditur dari bank atau koperasi dan yang lain. Lebih terperinci, cara mendapatkan modal tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan tabungan, atau memanfaatkan jaringan seperti keluarga, teman dan yang lain. Ada pula dari bank dan lembaga keuangan, koperasi simpan pinjam, fintech, pasar modal dan venture capitalist dan corporate venture capitalist.

Untuk fintech atau financial technology, ada yang namanya P2P lending, yakni pinjaman berbasis invoiece. Lender menyalurkan pendanaan ke peminjam melalui platform P2P lending. Ada juga equity and securities crowd funding, dimana perusahaan mendapatkan modal dari menjual bagian saham dari investor yang mendaftar di equity and securities crowd funding platform. Dengan sumber pendanaan yang beragam tersebut, pelaku usaha tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan dan jenis usaha yang dijalaninya.

Baca Juga: Yuk, Intip Pusat Pengembangan Benih Jagung Syngenta di Kediri

Untuk mengajukan pinjaman, ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan. Pertama adalah jumlah pinjaman tidak lebih dari 30% dari total modal bisnis. Kemudian agunan dan jaminannya, syarat pinjaman seperti apa, ketentuan bunga pinjaman, proses pencairan dana. Kemudian yang tidak kalah penting adalah jika mengakses fintech P2P lending, perhatikan soal legalitas P2P lending yang diawasi oleh OJK.

Fintech P2P lending bisa dikatakan sebagai opsi pembiayaan bisnis masa kini. Ada beberapa keunggulan dari fintech P2P lending. Di antaranya adalah tanpa jaminan, peminjaman lebih sederhana, bunga yang lebih rendah, bisa diajukan kapan pun dan di mana pun serta proses pencairan dana yang lebih cepat.

Setelah mendapatkan modal, pelaku usaha perlu untuk melakukan perencanaan keuangan bisnis, yakni dengan melakukan pengelolaan keuangan dan utang bisnis yang benar, agar kewajiban dapat terpenuhi. “Jangan sampai setelah mendapatkan pinjaman, justru tergiur untuk memenuhi gaya hidup dan mengabaikan kebutuhan bisnisnya,” kata Rista.

Wakil Ketua Klaster Multiguna Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang juga CEO Rupiahcepat, Yolanda, mengatakan fintech P2P lending merupakan sebuah platform yang menghubungkan pemberi pinjaman dengan peminjam. Misalnya ada masyarakat yang memiliki sejumlah dana dan mencari salah satu instrumen investasi, maka dia bisa menempatkan dananya di platform pinjaman online untuk kemudian diteruskan kepada masyarakat yang disebut sebagai peminjam.

“Industri fintech kini telah memiliki asosiasi yakni AFPI. Tujuan dibuat asosiasi karena dalam operasionalnya, fintech memiliki banyak aturan yang mengikat. Dengan asosiasi tersebut diharapkan dapat mengontrol dan memberikan dukungan kepada fintech legal yang menjadi anggotanya,” kata dia.

Baca Juga: Bisa Online & Offline, Berikut Langkah-Langkah Dapatkan BLT UMKM Rp1,2 Juta

Melindungi Konsumen

AFPI telah ditunjuk secara resmi oleh OJK sebagai asosiasi penyelenggara fintech pendanaan bersama pada 17 Januari 2019. Saat ini AFPI memiliki anggota 102 penyelenggara pinjaman online yang telah berizin dan diawasi OJK. AFPI juga memiliki kerangka kerja untuk melindungi konsumen. Di dalamnya meliputi code of conduct, komite etika dan saluran pengaduan konsumen.

Dalam menjalankan kegiatannya, fintech pembiayaan memiliki pedoman perilaku. Di antaranya transparansi produk dan metode penawaran, pencegahan pinjaman berlebih dan praktik manusiawi. Mengenai transparansi produk dan metode penawaran, mengatur bahwa setiap perusahaan fintech harus memberikan informasi yang terbuka mengenai produknya. Termasuk mengenai besaran suku bunga, informasi biaya, serta memastikan pengguna memahami syarat dan ketentuan yang berlaku.

Salah satu perusahaan fintech P2P lending yang telah terdaftar di OJK adalah Investree. Berdasarkan daftar perusahaan fintech lending berizin dari OJK per 22 April 2022, ada 102 perusahaan fintech yang telah berizin. Investree berada di urutan nomor dua di daftar itu dengan surat tanda berizin/terdaftar, KEP-45/D.05/2019, yang terbit pada 13 Mei 2019. Jenis usaha dari Investree adalah konvensional dan syariah.

VP Sales Regional Java Investree, Shareang Kusuma W., menyebutkan Investree selama ini hadir sebagai salah satu solusi alternatif yang mudah dan sangat aman serta proses yang cepat dalam melakukan pendanaan.

“Investree merupakan salah satu perusahaan fintech P2P lending. Mudahnya, ini seperti marketplace, namun yang ditawarkan bukan barang melainkan pinjaman. Lender atau investor bukan hanya perorangan, kami juga banyak bekerja sama dengan perbankan,” kata dia.

Baca Juga: Penyaluran KUR Dipercepat demi Pulihkan Ekonomi UMKM

Dia mengatakan salah satu persoalan usaha yang tidak bisa dipungkiri adalah mengenai modal dan investasi. Hadirnya fintech P2P lending mencoba untuk memberikan pilihan kepada pelaku usaha untuk mendapatkan modal usaha, selain sumber modal usaha lain yang sudah ada. Menurutnya, modal atau sumber dana, berdasarkan skalanya bisa dimulai dari personal investment, kartu kredit, koperasi/multifinance, BPR/BPRS, fintech P2P lending, bank konvensional/syariah hingga bursa (IPO/Obligasi). Jenis-jenis sumber dana tersebut dapat diakses sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha masing-masing.



Khusus untuk fintech P2P lending, ada hal yang wajib diketahui masyarakat sebelum mengakses layanan pinjaman tersebut, yakni masalah legalitas perusahaan fintech tersebut. Sebab dengan mengakses fintech legal, akan lebih nyaman dan aman. Sebab perusahaan fintech P2P lending legal akan beroperasi sesuai aturan yang ditentukan OJK dan asosiasi.

Bukan hanya bagi peminjam, hal itu juga perlu diketahui para investor. Menurut Shareang, para investor, selain memastikan izin perusahaan fintech dari OJK, perlu juga memastikan website dan kantor perusahaan fintech tersebut. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kesesuaian suku bunga yang ditawarkan, jenis pembiayaannya serta informasi terkait bisnis yang akan didanai.

Shareang mengatakan sejauh ini Investree secara total dana yang sudah disalurkan sebesar Rp12,08 triliun. Sedangkan secara regional, ada sekitar Rp1,4 triliun dana yang telah disalurkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya