SOLOPOS.COM - Suasana perumahan subsidi di wilayah Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali pada Senin (19/6/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Ketua Real Estate Indonesia (REI) Komisariat Soloraya, Maharani, menyebut kenaikan batasan harga jual rumah subsidi belum sesuai permintaan developer. 

Pihak REI meminta pemerintah menaikkan batasan harga jual rumah subsidi menjadi Rp170 juta. Sementara kenaikan harga jual dari pemerintah hanya Rp162 juta hingga Rp234 juta sesuai wilayah masing-masing.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

“Ya lumayan bagus [kenaikan harga] tapi dari permintaan REI itu kenaikannya sekitar Rp170 jutaan. Tapi ini yang ditetapkan adalah untuk Pulau Jawa kecuali Jakarta, Bogor, Depok, itu ditentukan pada 2023, Rp162 juta, nanti 2024 mulai Rp166 juta,” papar Maharani saat dihubungi Solopos.com pada Senin (19/6/2023).

Maharani menjelaskan pertimbangan rekomendasi batasan harga jual rumah subsidi sebesar Rp170 juta salah satunya karena harga material bahan bangunan yang mengalami kenaikan.

Selain itu, ongkos tenaga kerja juga mengalami kenaikan. Ia menyayangkan kenaikan batasa harga jual di Pulau Jawa yang tidak mencapai 10%.

Sementara itu, ia menguraikan selama ini permintaan rumah subsidi yang lumayan banyak tidak dibarengi dengan kenaikan harga yang layak.

Misalnya di wilayah Kalimantan dan Papua, yang ditetapkan kenaikan batasan harga jual yang cukup tinggi, namun permintaan akan hunian relatif sedikit.

Sebelumnya diberitakan,  Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengerek batas harga untuk rumah subsidi bebas pajak pertambahan nilai (PPN).

Kenaikan batas harga tersebut disesuaikan mengikuti kenaikan biaya konstruksi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.60/2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.

Keuntungan konsumen dengan adanya kebijakan baru yakni tidak dibebani pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual. Sehingga pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

Dalam beleid yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada, Jumat (9//6/2023) diatur batasan harga jual maksimal rumah tapak subsidi yang diberikan pembebasan PPN dari sebelumnya Rp150,5 juta—Rp219 juta, menjadi Rp162 juta—Rp234 juta untuk 2023.

Pada periode 2024, harga jual maksimal antara Rp166 juta—Rp240 juta sesuai masing-masing zona.

Pemerintah menaikkan batasan ini mengikuti kenaikan rata-rata biaya konstruksi sebesar 2,7 persen per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar.

“Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” tambah Febrio dalam siaran persnya, Jumat (16/6/2023).

Pemerintah melanjutkan kebijakan pembebasan PPN dalam upaya pemenuhan kebutuhan hunian layak huni dan terjangkau terutama bagi MBR. Melalui PMK tersebut, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11 persen dari harga jual rumah tapak atau antara Rp16 juta—Rp24 juta untuk setiap unit rumah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya