SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang rupiah (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan depresiasi nilai tukar rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang sejumlah negara lain di kawasan Asia dan global.

Dengan langkah stabilisasi yang ditempuh, BI dapat menjaga depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 1,03 persen year to date (ytd) per 18 Oktober 2023, di tengah menguatnya dolar AS yang memberikan tekanan terhadap seluruh mata uang di dunia.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Ke depan, sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, agar sejalan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian imported inflation,” kata Perry dalam Pengumuman Hasil RDG BI Oktober 2023 di Gedung BI, Jakarta, Kamis (19/10/2023).

Di samping intervensi di pasar valuta asing (valas), lanjutnya, BI akan mempercepat upaya pendalaman pasar uang rupiah dan pasar valas, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan instrumen-instrumen lain untuk meningkatkan mekanisme pasar, baik dalam meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.

Selain itu, Perry mengatakan akan terus meningkatkan dan memperluas koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha dalam pengimplementasian instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA), sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.

Sebagai informasi, indeks nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama (DXY) tercatat tinggi di level 106,21 atau menguat 2,60 persen (ytd) per 18 Oktober 2023.

Sangat kuatnya dolar AS tersebut memberikan tekanan depresiasi mata uang hampir seluruh mata uang dunia, diantaranya yen Jepang, dolar Australia, dan euro yang melemah masing-masing secara berurutan sebesar 12,44 persen, 6,61 persen dan 1,40 persen (ytd).

Tidak hanya itu, mata uang kawasan juga tercatat depresiasi yang tinggi, diantaranya ringgit Malaysia, baht Thailand, dan peso Filipina yang masing-masing secara berurutan sebesar 7,23 persen, 4,64 persen dan 1,73 persen (ytd).

Di sisi lain, BI juga telah menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Day Repo Rate (BI7DRR) ke level 6%, pada Rapat Dewan Gubernur (RDG).

Kenaikan suku bunga ini merupakan kali pertama sejak BI menaikkan suku bunga ke level 5.75% pada Januari 2023 dan mempertahankan di level tersebut hingga September 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkap alasan Dewan Gubernur BI menaikkan suku bunga acuan atau BI rate di level 6 persen.

”Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6,00,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, Kamis (21/9/2023) seperti dilansir Bisnis.

Mengacu pada keputusan tersebut, suku bunga Deposit Facility juga naik menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75% Perry menuturkan keputusan BI menaikkan suku bunga acuan ini adalah untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global dan sebagai langkah preemptive dan forward looking memitigasi dampaknya ke imported inflation.

”Sehingga inflasi tetap terjaga di level 2-4 persen pada 2023 dan 1,5-3,5 persen pada 2024,” lanjutnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya