SOLOPOS.COM - Ketua Paguyuban Kampung Batik Kauman, Gunawan Setiawan menunjukkan koleksi batik tulis di showroomnya belum lama ini. (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Fenomena jual beli baju impor bekas atau dikenal dengan istilah thrifting disebut mematikan industri lokal. Merespons hal tersebut, perajin batik di Kota Solo mengaku tak terpengaruh dan tak gentar dengan adanya tren thrifting.

Salah satunya diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman, Gunawan Setiawan, saat dihubungi Solopos.com Rabu (6/4/2023). Gunawan menilai thrifting tidak berpengaruh secara langsung kepada eksistensi industri batik di Kota Bengawan, khususnya di wilayah sentra batik di Kauman, Pasar Kliwon, Kota Solo.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Ia menilai batik dengan produk yang digemari dalam pasar thrift berbeda, selain mempunyai target pasar berbeda. Hal ini juga disebabkan batik mempunyai nilai budaya dan seni yang khas yang tidak dimiliki produk-produk thrift.

Senada, Ketua Forum Pengembang Kampung Batik Laweyan, Solo, Alpha Fabela Priyatmono menilai thrifting tidak berpengaruh signifikan terhadap pangsa pasar industri batik.

“Menurut saya tidak begitu berpengaruh, batik sebagai komoditi perdagangan. Suatu karya yang sarat dengan muatan budaya yang adiluhung,” ujar Alpha.

Namun menurut Alpha penting dilakukan edukasi kepada masyarakat mengenai seluk beluk batik. Selain itu perlu ada pengetahuan yang disampaikan kepada masyarakat tentang definisi, makna serta filosofi batik. Juga tentang material batik, story telling, dan sebagainya.

“Hal tersebut bertujuan masyarakat paham benar tentang batik, juga perlu adanya gerakan masyarakat khususnya kaum muda untuk mencintai batik,” papar Alpha.

Dosen Bidang Keahlian Ilmu Tekstil Pendidikan Bahasa dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Endang Sri Handayani, menguraikan bab thrifting dan batik bisa menjadi dua hal yang beberapa, apalagi dikaitkan dengan eksistensi batik di Kauman dan Laweyan.

Namun, ketika dihubungkan dengan perkembangan fesyen lokal, Endang menilai thriting berkaitan erat dengan produk fesyen lokal, berbeda dengan batik dari Kauman dan Laweyan, dan secara umum dari Soloraya. Endang menguraikan kantong produsen batik di Soloraya ada beberapa tempat

“Untuk kain bermotif batik, sampai saat ini masih aman, sebab batik sudah menjadi busana wajib untuk berbagai acara resmi di Indonesia. Sering banget menggunakan dresscode batik pada hari tertentu, bahkan seragam sekolah,” terang Endang saat dihubungi Solopos.com pada Sabtu.

Menurutnya, setidaknya setiap orang di Soloraya pasti mempunyai batik, bahkan dalam lingkup lebih luas. Jadi bersinggungan dengan thrifting, industri batik cenderung stabil dari segi peminat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya