SOLOPOS.COM - Dereta bus yang sedang berhenti dan menunggu penumpang di Pintu Timur Terminal Tirtonadi, Gilingan, Solo, Jumat (1/8/2023). (Solopos.com/Gigih Windar Pratama).

Solopos.com, SOLO — Sejumlah sopir di Terminal Tirtonadi Solo menampik tudingan warganet yang menilai kecelakaan bus disebabkan sopir ugal-ugalan tanpa kontrol atau bahkan kebut-kebutan karena dikejar setoran.

Spekulasi publik itu muncul setelah adanya kecelakaan maut Bus Sugeng Rahayu dan Bus Eka jurusan Surabaya-Yogyakarta di Desa Tambakromo, Kecamatan Geneng, Ngawi, Kamis (31/8/2023) lalu.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Sejumlah sopir bus antarkota yang ditemui Solopos.com di Terminal Tirtonadi, Jumat (1/8/2023) mengklaim gaji mereka sebenarnya sudah lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu.

Sejumlah sopir bus bahkan mengatakan bisa mendapatkan upah hingga Rp5 juta hanya dalam waktu dua pekan.  Sopir yang ugal-ugalan diduga dikarenakan kebutuhan eksistensi di media sosial.

Salah satu sopir bus yang ditemui Solopos.com, Jumat (1/8/2023), Krisna Yuliawan, mengatakan pendapatan sebagai sopir bus sudah cukup layak.

Bahkan saat ini pengawasan dari beberapa PO juga cukup ketat terkait ketepatan waktu dan kecepatan mengemudi.

“Sistem pembayarannya beda-beda memang, kalau bus antarkota antarprovinsi (AKAP) ada yang sistem premi ada juga yang bayarannya per trip. Kalau premi berarti jumlah penumpang berapa, 30 persen untuk sopir. Kalau sistem per trip, biasanya satu perjalanan Rp250.000 sampai Rp400.000 sehari bisa paling enggak tiga trip. Kami juga sekarang diawasi ada sensor di bus yang menunjukkan waktu dan kecepatan tempuh kami berapa,” ujarnya.

Ia melanjutkan beberapa PO yang menerapkan sistem sensor ini biasanya memberikan denda apabila sopir melebih kecepatan yang ditentukan. Krisna menyebut, kecepatan maksimal bus bervariasi mulai dari 90 km/jam hingga 120 km/jam.

“Misalkan bus nya melaju sampai 140 km/jam di jalan tol nanti sensornya menyala, ada denda satu kali pelanggaran Rp25.000, kelihatannya kecil memang. Tapi ada yang kena sampai 10 kali karena enggak sadar sudah lebih dari kecepatan maksimal, yasudah kena potongan Rp250.000 untuk satu kali jalan. Makanya sopir sebenarnya sekarang sudah lebih hati-hati,” ujarnya.

Cerita serupa juga dijelaskan Sunyoto, sopir bus dengan trayek Solo-Semarang-Jakarta. Ia menyebut saat ini sebenarnya sopir sudah sangat diawasi ketat oleh PO dan beberapa sudah mulai menyadari pentingnya keselamatan berkendara.

“Sekarang siapa yang mau nyetir terus kecelakaan dan istilahnya berangkat pamit ke keluarga, pulang mung gari jeneng. Sopir itu sebenarnya juga sudah sangat hati-hati, tapi memang namanya bawa kendaraan besar, itu kadang enggak kerasa tiba-tiba sudah kecepatan 100 km/jam, makanya PO banyak yang pakai sensor sekarang,” ujarnya.

Sunyoto kemudian melanjutkan, ada beberapa tren menarik ketika para sopir bus unjuk gigi di jalan raya untuk eksistensi media sosial.

Ia mencontohkan beberapa rekannya yang bangga ketika bus yang dikendarainya tertangkap video mengemudi ugal-ugalan di media sosial.

“Banyak yang sekarang bangga sekali kalau ada di TikTok atau Instagram, mereka ketahuan nyetir kencang dan ugal-ugalan terus diunggah warganet di medsos, sopir busnya kemudian bangga dan malah jadi motivasi,” ulasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya