SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang saku mahasiswa Solo. (Dok. Solopos)

Solopos.com, SOLO — Banyaknya mahasiswa di Kota Solo yang terjebak pinjaman online (pinjol) disebabkan beragam faktor, mulai dari untuk tambahan uang jajan, membeli barang yang diinginkan hingga untuk jalan-jalan.

Ragam nominal yang dipinjam juga bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Pertanyaan kemudian muncul, mengenai uang saku yang dimiliki oleh para mahasiswa di Kota Solo, apakah nominal uang saku yang diberikan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan? Atau mahasiswa yang belum bisa mengatur keuangan mereka dengan baik?

Solopos.com mencoba melihat lebih dekat bagaimana para mahasiswa mengatur uang saku yang diberikan termasuk nominal yang mereka terima.

Besaran dan cara pemberian uang saku yang diterima pun beragam, ada yang Rp800 ribu hingga jutaan rupiah dengan rentang waktu mingguan hingga bulanan.

Radhitya, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) berusia 19 tahun ini, mendapatkan uang saku dengan sistem bulanan dari orang tuanya sebesar Rp1,5 juta.

Uang saku yang diberikan digunakannya untuk membeli bensin, biaya untuk membeli alat-alat perkuliahan, hingga iuran kampus seperti dana usaha (danus) dan ongkos konsumtif.

“Kalau dibagi secara prosentase paling banyak memang untuk biaya perkuliahan, misal kalau ngeprint tugas atau beli peralatan. Tapi sebenarnya cukup, cuman karena dipakai jajan uangnya jadi kadang kurang, apalagi misalnya diajak main sama teman-teman,” urainya pada Senin (16/1/2023). 

Secara persentase, biaya perkuliahan mencapai 40 persen dari total pengeluarannya. Sedangkan untuk uang jajan, bensin hingga biaya nongkrong sekitar 30 persen dari uang sakunya. 

“Karena saya enggak ngekos jadi uangnya memang tidak bisa minta tambah lagi ke orang tua, makanya kalau kadang ada keinginan mau beli apa ya harus pinter-pinter nabung atau nyari uang tambahan. Kemarin sempat pakai pinjol sekali dan bayarnya ringan,” tegas Radhitya.

Sistem berbeda didapatkan Naufal, mahasiswa semeseter tiga UNS ini mendapatkan uang saku per pekan dari orang tuanya.

Total dalam satu bulan ia mendapatkan sekitar Rp800.000. Dengan nominal ini, ia menyebut sekitar Rp500.000 dialokasikan untuk biaya kebutuhan kuliah hingga biaya konsumsi untuk makan hingga jajan.

Sedangkan untuk kebutuhan bensin memakan biaya sekitar Rp300.000 per bulan. “Jadi memang kalau dibilang cukup ya memang cukup. Tapi kalau buat menabung sulit,” ucapnya.

Naufal mengaku belum pernah tergiur untuk mencoba pinjol, ketakutan akan teror dan bunga yang mencekik menjadi sebabnya.

“Enggak berani untuk coba pinjol karena teman-teman saya yang coba pakai begitu, dapat teror bahkan sampai rumahnya didatangi debt collector (dc). Bunganya juga besar sekali untuk saya,” ujarnya.

Cerita berbeda diungkapkan Arkan, mahasiswa UNS asal Bekasi ini mendapatkan uang saku sebesar Rp3,5 juta, alokasi terbesarnya untuk membayar uang kos sebesar Rp1,5 juta per bulannya.

Sisanya paling banyak ia gunakan untuk makan, biaya kebutuhan kuliah hingga biaya nongkrong.

“Untuk biaya kuliah misal untuk ngprint, biaya tugas kelompok itu per bulan bisa sampai Rp1 juta. Sisanya buat makan sama kalau nongkrong dengan teman-teman,” kisahnya.

Meskipun mendapatkan uang saku yang lebih besar dari Upah Minimum Kota (UMK) Solo, mahasiswa semester satu UNS ini mengaku masih sulit baginya untuk menabung.

Adanya keinginan yang besar untuk membeli sesuatu membuatnya belum bisa mengelola uang dengan baik.

“Nabungnya kalau ada keinginan misal beli sepatu atau mau beli baju, tapi kalau nabung buat simpanan belum ada. Kalau kurang biasanya pinjam teman atau ngomong ke orang tua,” kisahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya