SOLOPOS.COM - Ilustrasi thrifting (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan berhasil melakukan 89 kali penindakan terhadap baju bekas ilegal atau ballpress dengan perkiraan nilai barang hasil penindakan (BHP) mencapai Rp3,3 miliar, sejak Januari hingga Maret 2023.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan pemerintah melakukan penindakan terhadap pakaian bekas yang diselundupkan secara ilegal dari negara lain tersebut karena banyaknya industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri yang terkena imbasnya.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

“Banyak industri dalam negeri yang mengalami tekanan dari berbagai penyeludupan ballpress,” ujarnya dalam APBN Kita, Senin (17/4/2023).

Tercatat pada Januari terdapat 23 penindakan terhadap ballpress dengan BHP Rp2,06 miliar. Pada Februari 2023 terdapat 31 kali penindakan oleh DJBC senilai Rp500 juta. Kemudian pada Maret 2023 Bea Cukai melakukan 35 tindakan dengan nilai BHP Rp0,74 miliar.

Dalam paparannya, Bendahara Negara tersebut menjelaskan bahwa penindakan terhadap ballpress bukan dilakukan baru-baru ini saja atau di saat kabar ini ramai menjadi perbincangan.

Sepanjang 2022, Bea Cukai telah melakukan 234 penindakan terhadap pakaian bekas dalam bentuk ballpress dengan nilai BHP mencapai Rp24,21 miliar.

Penindakan dengan nilai BHP tertinggi terjadi pada Mei 2022, di mana meski hanya 15 tindakan, tetapi diperkirakan angkanya mencapai Rp7,57 miliar.

“Kami menindak cukup tinggi untuk bisa menjaga intensitas agar persaingan terhadap barang selundupan itu tidak merembes ke dalam negeri,” katanya.

Sementara aturan mengenai larangan impor barang bekas utamanya pakaian bekas diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 40/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dan Undang-Undangnya adalah Undang-undang (UU) No. 7/2014 tentang Perdagangan.

Dalam aturan tersebut, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk dalam barang yang dilarang impor dengan pos tarif atau kode full HS 63090000.

Produk impor pakaian bekas yang membanjiri pasar dalam negeri disebut sebagai cara negara maju untuk mengubah sampai menjadi cuan, dan menghilangkan kewajiban menjaga bumi dengan mendaur ulang barang yang sudah tak lagi dipakai tersebut.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja menyebutkan jika importasi pakaian bekas memang menjadi upaya negara maju untuk membuang sampah ke negara lain.

Dengan demikian, negara tersebut tak perlu lagi mengupayakan proses daur ulang. Lantaran memang proses ini dinilai memakan biaya yang besar dan dengan proses yang sulit.

“Recycle itu sesuatu hal yang tidak mudah dan tidak murah. Kalau memang mudah melakukan recycle, pasti di negara maju sudah dilakukan recycle atau daur ulang. Tidak mungkin mereka kalau murah dikirim ke negara ketiga. Jadi ini yang harus kita cermati,” kata Jemmy dalam Konferensi Pers Update Kondisi Tekstil dan Sikap Asosiasi Terhadap Importasi Tekstil Ilegal, Jumat (31/3/2023).

Terlebih menurutnya, tidak semua pakaian bekas dari luar negeri merupakan pakaian bekas yang layak pakai. Lantaran umumnya pedagang harus memilah pakaian dalam karung yang dibelinya (ballpress), kemudian membuang sisa pakaian yang tak layak jual. “Jangan jadikan indonesia menjadi tempat recycle, jangan jadikan indonesia menjadi tempat sampah,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya