SOLOPOS.COM - Ilustrasi beras. (Freepik.com).

Solopos.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menilai kebijakan impor beras merupakan pilihan pahit yang harus dilakukan pemerintah Indonesia.

Bapanas menilai, Indonesia bisa menyetop impor beras kendati terjadi pertumbuhan jumlah penduduk tiap tahun. Faktanya, rata-rata produksi beras nasional sejak 2018 hingga 2022 cenderung stagnan di kisaran 31,93 juta ton.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Di sisi lain, tren jumlah penduduk dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan sekitar 2,9 juta jiwa per tahun. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan alasan pemerintah masih mengimpor karena produksi beras saat ini belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat. Selama ini defisit tersebut ditutupi oleh cadangan beras dari Bulog sebesar 3,5 juta ton.

“Ya, 3,5 juta ton setidaknya tambahan produksi setiap tahunnya untuk cadangan, agar tidak impor,” kata Arief, Senin (25/9/2023). Dia menjelaskan dalam dua tahun terakhir yakni 2021 dan 2022 Indonesia mampu mencatatkan surplus beras, tetapi hanya sebesar 1,3 juta ton per tahun.

Angka tersebut dinilai belum cukup aman untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Arief menuturkan kebutuhan beras nasional selama satu bulan rata-rata mencapai 2,5 juta ton. Surplus beras dua tahun terakhir hanya bisa bertahan tidak lebih dari setengah bulan.

Produksi yang stagnan, sementara permintaan beras meningkat berisiko mengerek harga gabah di petani makin tinggi. Peningkatan produksi dianggap penting untuk menjaga stok cadangan beras pemerintah (CPB) dalam taraf aman untuk pelbagai kebutuhan, termasuk stabilisasi harga.

Arief pun menyebut, setidaknya produksi beras di tahun mendatang bisa didongkrak hingga di angka 34-35 juta ton beras. Menilik stok CBP Bulog tahun lalu, kata Arief, hanya di kisaran 900.000 ton. Sementara pasokan dalam negeri tidak mumpuni, importasi menjadi langkah akhir pemerintah untuk meningkatkan CBP tahun ini hingga lebih dari 2 juta ton.

Adapun, penggunaan CBP Bulog sejak Januari 2023 sudah hampir 1,5 juta ton, dengan perincian 640.000 ton untuk bansos tahap satu, dan sekitar 800.000 ton untuk kebutuhan stabilisasi harga. Oleh karena itu, Arief menyebut, stok CBP Bulog ditargetkan di kisaran 3,5 juta ton.

“Nomor satu yang penting adalah pemenuhan cadangan pangan pemerintah itu dari produksi dalam negeri. Impor adalah pilihan pahit yang harus dilakukan,” katanya. Menyitir data BPS, selama 2018-2020, luas panen padi cenderung stagnan di kisaran 10,71 juta hektare per tahun.

Di sisi lain, produktivitas rata-rata nasional juga mentok di level 5,17 ton per hektare. Kementerian Pertanian menargetkan produksi 55,42 juta padi setara gabah kering giling (GKG) di tahun depan. Padahal, sejak 2018 hingga 2022, rata-rata produksi GKG juga hanya sekitar 55,5 juta ton atau setara rata-rata produksi beras sekitar 31 juta ton.

Artinya, target produksi tahun depan tidak banyak perubahan dari produksi lima tahun belakangan. Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi mengatakan, untuk mencapai target produksi 55 juta ton GKG, pihaknya mengandalkan upaya peningkatan produktivitas.

Alih-alih penambahan luas baku sawah yang saat ini hanya tersisa 7,4 juta hektare. “Nambah luas tanam itu dengan cara meningkatkan indeks tanam [IP]. Jadi lahannya tetap, tapi penanamannya nambah. Ada yang IP 400 [4 kali tanam dalam setahun], itu udah ada 150.000 hektare, ada yang naik dari IP200 jadi IP 300,” ujar Suwandi saat ditemui di Gedung DPR, Senin (4/9/2023).

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Indonesia Bisa Setop Impor Beras, Bapanas Ungkap Syaratnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya