SOLOPOS.COM - Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah (kanan), berbicara dalam webinar PUI Baterai: Kendala dan Peluang Bisnis Pada Ekosistem Energy Storage dan EV di Indonesia yang disiarkan di Youtube Espos Live, Rabu (12/10/2022). (Tangkapan Layar)

Solopos.com, SOLO — Indonesia disebut memiliki potensi besar untuk pengembangan industri baterai. Bahkan Indonesia juga berpotensi untuk menjadi pemain bahan baku baterai untuk memenuhi sekitar 10% dari kebutuhan dunia.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan secara global ada 11 negara penghasil baterai lithium ion pada 2021, dengan jumlah produksi sekitar 700 GWh.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Dari jumlah tersebut, sekitar 79% dibuat di China. Di bawahnya ada Amerika Serikat dengan jumlah produksi yang berada jauh di bawah Cina, yakni 6,2%. Dari jumlah negara penghasil tersebut, Indonesia belum masuk di dalamnya.

Di sisi lain, pada 2035 diharapkan perkembangan industri baterai di Indonesia telah meningkat pesat. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam pengembangan tersebut.

“Kita mulai dari refining, kemudian dibangun menjadi battery material, lalu kita bangun menjadi cell, ini adalah bagian dari industri baterai. Kemudian downstream-nya adalah 4 wheeler EV [electric vehicle], 2 wheeler EV kemudian ESS [Energy Storage System]. Jadi energy storage yang dimaksud adalah ESS untuk infrastruktur dan termasauk untuk otomotif,” kata dia dalam Webinar PUI Baterai: Kendala dan Peluang Bisnis Pada Ekosistem Energy Storage dan EV di Indonesia yang disiarkan di Youtube Espos Live, Rabu (12/10/2022).

Baca Juga: Sinergi PLN dengan ESDM Bantu Warga Cilongok Banyumas Akses Listrik Gratis

Di sisi lain, proyeksi 2035, permintaan baterai lithium dunia akan menajadi sekitar 5,3 TWh atau 5.300 GWh. Artinya aka nada peningkatan tujuh kali lipat.

Sementara proyeksi untuk Indonesia berdasarkan informasi yang dia dapatkan, pada 2035 ada sekitar 60 GWh. Kebutuhan itu meliputi untuk kendaraan roda empat, roda dua, konstruksi dan ekspor. Dengan begitu jika dibandingkan antara permintaan Indonesia dan permintaan global, hanya sekitar 1,1%.

Menurut Agus, hal itu yang menjadi tantangan untuk Indonesia dalam melakukan akselerasi penggunaan kendaraan listrik. Diketahui, saat ini pemerintah juga telah memberikan mendukung dengan dikeluarkannya regulasi.

Agus menjelaskan, saat ini Indonesia sebenarnya memiliki keunggulan kompetitif untuk memenuhi kebutuhan baterai di 2035 sebesar 60 GWh itu. Disebutkan, proyeksi pertumbuhan penjualan kendaraan listrik hingga 2035 bisa mencapai 5% per tahun. Di dalamnya mencakup 8,6 juta unit kendaraan roda dua dengan 40%-50% listrik dan 50%-60% motor bahan bakar. Kemudian 2,2 juta unit kendaraan roda empat dengan 15%-20% listrik, 40% hybrid dan 40%-50% bahan bakar.

Baca Juga: PLN Batalkan Program Kompor Listrik, Ini Alasannya

Memiliki Keunggulan

Dia menyebut, Indonesia juga memiliki keunggulan lain yang harus dimanfaatkan dalam membangun industri baterai terintegrasi. Pertama adalah posisi Indonesia sebagai salah satu ekonomi terbesar dunia. Indonesia juga disebut memiliki cadangan mineral yang besar, memiliki pasar terbesar dan produsen di ASEAN serta supply chain yang kopetitif.

“Dari data Kemenperin yang saya dapatkan, paling tidak sudah ada lima perusahaan yang sudah bergerak di hulu. Dengan jumlah 240.000 ton nikel per tahun. Itu belum saya masukkan PT IBC. Ini sudah 6% dari kebutuhan dunia yang sebesar 5.300 GWh. Kemungkinan jika ditambah PT IBC bisa mencapai 10% dari kebutuhan dunia,” lanjut dia. Dengan begitu dia menyebut, Indonesia berpotensi untuk bisa menjadi salah satu pemain bahan baku baterai untuk memenuhi kebutuhan dunia.

Sementara itu Vice President Research and Technology Innovation PT Pertamina, Anrianto Hidayat, menyampaikan bahwa saat ini Pertamina juga telah melakukan penelitian untuk pengembangan baterai.

Baca Juga: PLN Beri Promo Pasang Baru Instalasi Pengisian Kendaraan Listrik

Pertamina menyadari bahwa ke depan market migas itu akan terdampak dengan adanya disrupsi teknologi. Meski begitu Pertamina juga tidak mungkin bisa melepaskan aset infrastruktur ritel yang sudah ada, serta menjaga market transportasi yang sudah ada.

“Karena ini adalah energy company, maka Pertamina harus masuk dan melakukan inovasi di bidang baterai sebagai storage energy masa depan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan listrik bisa bergerak,” kata dia dalam webinar itu.

Disampaikan, ke depan bersama-sama dengan UNS dan PT Industri Baterai Indonesia (IBI) akan mengembangkan tipe lithium baterai yang memanfaatkan nikel.

“Penelitian baterai Pertamina saat ini fokus pada NCA [nickel Cobalt Aluminum] dan kemudian menjadi Nickel Cobalt Mangan. Ini semua untuk memenuhi tantangan kebutuhan customer di masa mendatang,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya