SOLOPOS.COM - Ilustrasi Ojek Online (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, JAKARTA — Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia meminta pemerintah ikut turun tangan dalam membatasi jumlah pengemudi ojek online (ojol) yang juga bekerja sebagai karyawan swasta atau pegawai BUMN agar tidak menimbulkan masalah sosial.

Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono menjelaskan selama ini proses perekrutan driver ojol dilakukan secara masif tanpa mempertimbangkan latar belakang atau riwayat pekerjaan pengemudi.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Hal tersebut dinilai merugikan para pengemudi ojol lain yang memang mengandalkan nafkahnya dengan menjadi driver ojol sebagai pekerjaan satu-satunya atau pekerjaan utama. Dia menyebut telah menyampaikan usulan tersebut sejak 2018.

Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia juga berulang kali melakukan protes kepada perusahaan aplikator maupun kepada pemerintah agar dapat membatasi perekrutan pengemudi Ojol, tetapi semuanya tidak ada yang merespon.

Igun mengungkapkan Garda telah berulang kali menyampaikan bahwa perekrutan pengemudi secara masif akan menimbulkan kesenjangan sosial di antara para driver.

Baca Juga: Waktu Libur Masih Ada! Cek Jadwal KRL Commuterline Solo-Jogja Hari Ini

Apalagi, ada juga pihak yang menjadi driver ojol hanya untuk sampingan atau iseng saja karena telah memiliki pekerjaan tetap hingga mapan. Dia menilai fenomena tersebut merugikan pengemudi ojol yang memang mengandalkan nafkah dari menjadi driver ojol.

“Maka perlunya saat ini pemerintah ikut turun tangan dalam membatasi jumlah driver ojol agar tidak menimbulkan masalah sosial juga, pihak perusahaan aplikator harus memiliki pedoman penyaringan dalam perekrutan mitra drivernya jangan hanya mencari profit sebanyak-banyaknya dari masifnya perekrutan,” ujarnya, Minggu (9/10/2022).

Berdasarkan hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Sebanyak 81,31 persen menjadi pengemudi ojek online sebagai pekerjaan utama, sedangkan sisanya 18,69 persen menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan karena memiliki pekerjaan utama.

Dari 18,69 persen responden yang menjadikan driver ojol sebagai pekerja sampingan, sebanyak 32,14 persen di antaranya merupakan pegawai BUMN/Swasta.

Kemudian, PNS 7,86 persen, pelajar/mahasiswa 7,86 persen, wiraswasta 29,29 persen, lainnya 22,14 persen dan ibu rumah tangga 0,71 persen.

Baca Juga: GoTo dan Nadiem Makarim Kembali Digugat Rp41,9 Triliun

Survei dilakukan dalam rentang waktu 13-20 September 2022 dengan media survei online di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) kepada 2.016 responden mitra ojek online.

Banyaknya pengemudi ojek online membuat pendapatan mereka semakin hari kian menyusut. Pengemudi didominasi oleh pria (81 persen) dengan usia terbanyak 20 – 30 tahun (40,63 persen).

Sementara untuk lama bergabung menjadi pengemudi ojek online terbanyak kurang dari 1 tahun (39,38 persen). Pendapatan per hari pengemudi hampir sama dengan biaya operasionalnya.

Terbanyak rata-rata pendapatan per hari Rp50.000 – Rp100.000 (50,10 persen) dan biaya operasional per hari terbanyak kisaran Rp50.000 – Rp100.000 (44,10 persen).

Baca Juga: Ojol AirAsia Bakal Tugaskan Sopir Khusus Perempuan

Pengemudi mengaku jarang mendapatkan bonus (52,08 persen) dari aplikator dan sebagian besar menyatakan tidak pernah (37,40 persen) mendapatkan bonus dari aplikator. Sementara untuk mendapatkan tip dari penumpang juga jarang (75,79 persen).

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno menilai perlu adanya pembatasan pengemudi ojek online agar pendapatan mereka bisa naik lagi seperti awal munculnya layanan transportasi online. Saat ini pendapatan rata-rata pengemudi di bawah Rp3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8-12 jam sehari.

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu juga mengatakan pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp3,5 juta per bulan.

“Hal ini tidak sesuai dengan janji aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan. Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Solopos.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya