SOLOPOS.COM - Ilustrasi beras (freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Pengusaha memandang pemberian bantuan sosial (bansos) beras tidak efektif untuk menurunkan harga beras secara signifikan. Stok cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,6 juta ton juga dianggap tidak mampu mengintervensi harga beras hingga akhir tahun.

Adapun, pemerintah kembali mengucurkan bansos beras tahap II sebanyak 640.000 ton untuk 21,3 juta keluarga penerima harapan (KPM) selama 3 bulan hingga November 2023. Sebelumnya, bansos serupa juga telah dilakukan di periode Mei-Juli 2023 dengan jumlah yang sama. Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar) Syaiful Bahari menyebut, kapasitas pemerintah untuk menyalurkan bansos beras memiliki keterbatasan, baik dari segi anggaran maupun stok beras.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Di satu sisi, KPM penerima bansos akan kembali membeli beras di pasaran saat bantuan telah habis digunakan. “Sampai berapa lama pemerintah sanggup memberikan beras gratis kepada masyarakat?” ujar Syaiful, Selasa (12/9/2023).

Impor beras 2 juta ton oleh Bulog hanya 10 persen dari kebutuhan nasional dianggap tidak mampu menstabilkan harga beras di pasaran. Di sisi lain, pemberian bansos beras hanya menyasar pada 0,75 persen jumlah penduduk Indonesia. Alih-alih hanya fokus pada importasi dan penyaluran bansos, pemerintah didesak untuk fokus meningkatkan produksi beras di akhir tahun ini dan panen raya mendatang.

Musababnya, Syaiful menyebut bahwa akar persoalan harga beras yang melonjak signifikan saat ini lebih disebabkan oleh hasil panen yang terus turun. Produksi gabah di petani, kata Syaiful, kini jumlahnya terbatas dan diperebutkan oleh penggilingan padi, mulai dari skala kecil, menengah, dan besar. “Pemerintah seharusnya mengambil langkah-langkah strategis bagaimana bisa menggenjot produksi padi di musim tanam pertama Januari-Februari 2024 di tengah kekeringan,” kata Syaiful.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengakui bahwa penurunan harga beras akan bergantung pada produksi gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan petani. Kendati demikian, panen di musim gadu hanya akan mencapai 30 persen dari panen di musim hujan.

Oleh karena itu, menurut Arief selain memenuhi stok dari importasi, upaya menggenjot produksi dalam negeri juga menjadi kunci mengatasi masalah perberasan saat ini. Oleh karena itu, meskipun optimistis bansos bisa mempengaruhi harga beras, Arief tetap mengharapkan peningkatan kinerja produksi gabah di dalam negeri.

“Insya Allah [harga turun], harapannya gitu ya tergantung produksi. Produksi kita kuatin sehingga kesejahteraan petani meningkat,” kata Arief saat ditemui di Gudang Perum Bulog Kanwil DKI Jakarta dan Banten, Senin (11/9/2023). Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun mengatakan bahwa Kementerian Pertanian telah memproyeksikan adanya risiko kehilangan produksi beras sekitar 380.000 ton – 1,2 juta ton akibat El Nino ekstrem.

Data Kerangka sampel area (KSA) yang diolah Bapanas menunjukkan bahwa produksi beras Januari – Oktober 2023 lebih rendah 660.000 ton dibandingkan periode yang sama di 2022. Di sisi lain, konsumsi beras pada Januari – Oktober 2023 sebanyak 25,44 juta ton juga tercatat lebih tinggi 1,15 persen dari 2022 sebanyak 25,15 juta ton.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Bansos Tak Efektif Kendalikan Harga Beras, Pengusaha: Produksi Harus Digenjot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya