Bisnis
Jumat, 12 Januari 2024 - 14:06 WIB

Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa Kalahkan Jepang hingga China

Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi (Solopos)

Solopos.com, JAKARTA – Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 4,9%. Angka tersebut dapat mengalahkan negara-negara utama seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, dan China.

Mengutip laporan Global Economic Prospects 2024 yang dirilis Rabu (10/1/23), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dan tahun depan diproyeksikan mencapai 4,9%.

Advertisement

Angka tersebut mengungguli negara-negara perekonomian tingkat lanjut seperti AS, Euro dan Jepang, dengan masing-masing diproyeksikan sebesar 1,6%, 0,7% dan 0,9%.

Lalu, untuk pasar negara dan ekonomi berkembang, perekonomian China pada 2024 diproyeksikan mencapai sebesar 4,5%, masih lebih rendah dari Indonesia. Adapun, dalam kategori ini, perekonomian India lebih melesat dibandingkan Indonesia, yakni 6,4%.

Advertisement

Lalu, untuk pasar negara dan ekonomi berkembang, perekonomian China pada 2024 diproyeksikan mencapai sebesar 4,5%, masih lebih rendah dari Indonesia. Adapun, dalam kategori ini, perekonomian India lebih melesat dibandingkan Indonesia, yakni 6,4%.

Walaupun perekonomian Tanah Air pada 2024 diperkirakan dapat mengalahkan negara-negara perekonomian tingkat lanjut, nyatanya angka proyeksi kali ini lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5%.

Adapun, jika melihat proyeksi perekonomian secara global, pertumbuhan dunia diperkirakan akan melambat selama tiga tahun berturut-turut, dengan tahun ini yang diperkirakan mencapai sebesar 2,4%, dari 2023 yang sebesar 2,6%.

Advertisement

“Tanpa koreksi besar-besaran, tahun 2020-an akan menjadi dekade dengan peluang yang terbuang sia-sia,” jelas Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Grup Bank Dunia, Indermit Gill, dikutip dari keterangan resmi World Bank pada Rabu (10/1/2023).

Perbesar Lampu Kuning Bagi Indonesia Menimbang hubungan perdagangan yang kuat dengan China, Bank Dunia juga memperkirakan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat dari Negeri Tirai Bambu akan memiliki dampak negatif terhadap permintaan dan aktivitas di seluruh Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).

Pertumbuhan manufaktur yang lebih lambat di China akan menekan perdagangan pengolahan regional, khususnya negara-negara dengan sektor terintegrasi yang benar seperti Malaysia dan Vietnam. Ekspor komoditas di kawasan tersebut, termasuk Indonesia, Mongolia, Myanmar, dan Kepulauan Solomon, akan mengalami penurunan permintaan dan harga.

Advertisement

 Ekonomi Dunia

Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Kamis (11/1/2024) menegaskan kerugian fragmentasi akan signifikan dan Produk Domestik Bruto (PDB) global berpotensi turun 4,5 persen dalam skenario pengurangan risiko atau de-risking yang ekstrem.

“Kami melihat beberapa tanda-tanda awal dari de-risking dan fragmentasi dalam data yang kami amati,” kata juru bicara IMF Julie Kozack dalam konferensi pers saat menjawab pertanyaan Xinhua.

Investasi asing langsung (FDI) tertentu semakin mengalir di antara negara-negara yang memiliki keselarasan geopolitik, rantai pasokan memanjang, dan ada peningkatan bertahap dalam pembatasan perdagangan selama sekitar lima tahun terakhir atau lebih.

Advertisement

Mengutip riset terbaru yang dirilis dalam Proyeksi Ekonomi Regional untuk Asia dan Pasifik IMF pada Oktober 2023, juru bicara itu mengatakan staf IMF mengamati implikasi ekonomi dari strategi de-risking.

“Ditemukan bahwa mungkin ada hambatan pada pertumbuhan dari beberapa strategi ini. Sebagai contoh, studi tersebut menemukan bahwa PDB global berpotensi turun 1,8 persen dalam beberapa skenario tertentu,” ujar Kozack seperti dilansir Bisnis.

Dia menuturkan bahwa dalam skenario yang lebih ekstrem, yakni skenario reshoring penuh, PDB global berpotensi turun 4,5 persen. Reshoring merupakan strategi memindahkan kembali bisnis manufaktur perusahaan di luar negeri ke negara asal.

Dalam wawancara dengan CNN belum lama ini, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa membiarkan fragmentasi ekonomi global terus berlanjut pada akhirnya berpotensi menurunkan PDB global secara lebih signifikan.

“Jadi, sebaiknya kita semua mencari cara untuk mengurangi gesekan, berkonsentrasi pada masalah keamanan yang nyata dan berarti, dan tidak secara serampangan memecah belah ekonomi dunia. Kita akan berakhir dengan hasil yang lebih kecil,” ujar Georgieva.

 

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif