SOLOPOS.COM - Ilustrasi pekerja di sebuah pabrik konfeksi. (Istimewa/Freepik)

Solopos.com, SEMARANG — Kondisi manufaktur menunjukkan pelemahan salah satunya terjadi di Jawa Tengah. Sebelumnya, pada November 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor wilayah tersebut turun 7,71 persen (mtm) atau 10,98 persen (yoy).

Penurunan terbesar terjadi pada kelompok bahan baku dan penolong yang menyumbang 89,69 persen keseluruhan impor Jawa Tengah.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Terkait hal tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Jawa Tengah, Frans Kongi, menyampaikan pelemahan kinerja manufaktur di Jawa Tengah disebabkan oleh menurunnya permintaan dari pasar luar negeri.

“Dulu kita cari pasar luar, tapi sekarang kita coba manfaatkan pasar dalam negeri. Sampai sekarang, daya beli masyarakat masih oke. Meskipun tidak terlalu meninggi, tapi masih cukup baik sehingga perusahaan-perusahaan ini masih bisa tetap bertahan,” jelas Frans saat dihubungi pada Kamis (19/1/2023).

Frans mengakui bahwa pelaku usaha terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) untuk bisa bertahan di tengah kondisi sulit itu.

“Tapi terus terang, tidak begitu banyak. Karena paling banyak itu dirumahkan sementara. Ketika order kembali naik bisa dipekerjakan kembali,” jelasnya.

Kabar gelombang PHK itu memang sudah terdengar sejak beberapa waktu lalu. Sebelumnya, gelombang PHK dilaporkan terjadi di wilayah Tangerang.

Di Jawa Tengah sendiri, kabar PHK sempat terdengar di wilayah Brebes. “Di Brebes itu untuk alas kaki kira-kira ada 600 orang yang di-PHK. Semarang kelihatannya sampai sekarang masih aman-aman, Sukoharjo dan Boyolali sedikit sekali, hampir tidak ada. Kalau ditotal se-Jawa Tengah paling banyak saya kira 1.500,” ungkap Frans.

Dari jumlah tersebut, Frans mengaku kurang sepakat jika fenomena tersebut dianggap sebagai gelombang PHK massal. Pasalnya, pelaku usaha masih berupaya untuk bisa mempertahankan karyawan meskipun mesti merumahkannya untuk sementara waktu.

“Ada orang-orang atau oknum yang terlalu melebih-lebihkan, untuk menimbulkan kepanikan. Tapi sebenarnya, sekarang kita masih oke-oke saja. Industri manufaktur juga masih bekerja. Memang, kapasitasnya sedikit menurun,” jelas Frans.

Ancaman Inflasi

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin pun berupaya menghidupkan pasar domestik, tetapi terkendala banjir impor.

Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengungkapkan penguatan sektor domestik adalah jalan satu-satunya menyelamatkan industri padat karya.

Persoalannya, pasar domestik pun harus menghadapi gempuran produk impor. Produsen dari luar, kata Adie, mengincar Indonesia sebagai pasar yang stabil di tengah ancaman inflasi global saat ini.

“Indonesia itu termasuk negara yang diperkirakan sangat stabil, artinya kan pasti semua kan melihat lagi, ini loh pasar Indonesia, ini masih bisa [terima barang dari luar],” kata saat ditemui di kantor Kemenperin, Jakarta pada Kamis (19/1/2023).

Dia menjelaskan perebutan pasar domestik bagi industri tekstil dan turunannya maupun produk sepatu tidak mudah. Karena itu, lanjut Adie, di tengah persoalan pelik industri padat karya dibutuhkan relaksasi dengan pembatasan impor.

Namun, dia menjelaskan dalam pembatasan pasar ini, pihaknya hanya bisa merekomendasikan kepada pihak terkait yang memangku kewenangan, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).

“Kita hanya bisa merekomendasikan, karena kewenangannya kan tidak ada di saya [Kemenperin]. Kewenangan lantas ada di Mendag [Menteri Perdagangan], terus soal baju bekas sepatu bekas, tidak di kami, itu kenapa kami lempar ke Menko untuk mengkoordinasikan ini, kebijakan itu seharusnya Menko [Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian] sudah mulai bergerak ini,” jelas Adi.

Adie mengungkapkan sebetulnya sejak awal perang Rusia dan Ukraina bergulir, pihaknya sudah memprediksi akan ada kerontokan sektor industri, sehingga mulai bergerak membentuk satuan tugas. Satuan tugas ini, kata Adie, diserahkan tugas mengidentifikasi masalah yang ada di dunia perindustrian. Kemudian, Kemenperin akan mencari solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut.

“Kami sudah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian terkait termasuk dengan Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenkeu dan Kemendag, untuk menyusun regulasi dan kebijakan dalam rangka mempertahankan pasar dalam negeri,” tuturnya.

Rapat koordinasi tersebut, menurut Adie juga digelar untuk memetakan permasalahan serta mencari solusi bersama yang paling tepat untuk meminimalisasi dampak dari kondisi perekonomian yang sedang tidak baik ini.

Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, pemerintah membuka kemungkinan untuk memberlakukan larangan terbatas (lartas) terhadap beberapa bahan baku dan produk tekstil menyusul kondisi industri yang sedang memburuk usai mengalami PHK massal.

“Kebijakan lartas menjadi salah satu opsi kami,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.

Sebelum bisa diterapkan, kata Agus, pelaku industri sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) terlebih dahulu mesti melakukan harmonisasi mulai dari hulu, intermediate, hingga hilir, demi memastikan kebijakan itu tepat nantinya. Di sisi lain, berdasarkan data Kemnaker terdapat 12.935 pekerja dirumahkan seiring rontoknya industri padat karya tersebut.

Bahkan, jika mengacu data BPJS TK terkait pencairan Jaminan Hari Tua, sebanyak 919.071 merupakan klaim PHK, dari sekitar 3 juta lebih pencairan pada Januari-November 2022.



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya