SOLOPOS.COM - Ilustrasi rumah. (olx.co.id).

Solopos.com, SOLO — Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Real Estate Indonesia (REI), Raymond Ardan Arfandy, membaha mengenai backlog perumahan dalam acara Webinar Series bertema Prospek Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Politik, yang digelar Solopos Media Group dan disiarkan di Youtube Espos Indonesia, Selasa (21/11/2023).

Mengenai backlog perumahan, berdasarkan data yang dimilikinya, ada sekitar 13 juta penduduk Indonesia yang saat ini belum memiliki rumah.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Persoalan utama masalah tersebut yakni masalah non-bankable, artinya masyarakat yang belum memiliki rumah tersebut tidak mampu memenuhi persyaratan dari perbankan.

“Ini menjadi PR bagi pemerintahan yang akan datang. Saya kira perlu ada skema agar masyarakat nonbankable ini bisa memiliki rumah,” jelas dia.

Lebih lanjut, Raymond, mengatakan sejauh ini dia masih meyakini jika sektor properti masih menjadi salah satu penggerak ekonomi Indonesia.

Sebab sektor properti menyangkut sekitar 160 industri lain guna menopang sektor properti. Mulai dari pabrik cat, penyedia pasir, batu, listrik dan sebagainya.

“Jadi kami memang memiliki kekuatan yang cukup untuk menopang ekonomi Indonesia,” kata dia.

Sejauh ini, DPP REI mengambil sikap sebagai mitra pemerintah Indonesia, sehingga memang mau tidak mau harus menyesuaikan kebijakan pemerintah untuk menyiapkan perumahan bagi masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Di sisi lain, menjelang pemilihan presiden baru, pada 2024 nanti, dia berharap ke depan ada kementerian khusus yang menangani perumahan rakyat. Sebab sejauh ini segala regulasi tentang perumahan masih dikendalikan oleh setingkat dirjen yang berada di bawah Kementerian PUPR.

“Menurut kami itu kurang efektif. Sektor properti memiliki stakeholder banyak. Kalau hanya ditangani dirjen, untuk melakukan korelasi satu dengan lainnya, waktunya akan sangat panjang,” kata dia.

Dia optimistis pesta demokrasi nanti akan membawa dampak positif. Menurutnya di setiap tantangan selalu ada peluang, dengan begitu, jika saat ini dikatakan ada tantangan ketidakpastian politik, harapannya akan ada peluang untuk menuju konsep pemerintahan yang terbaik.

BTN Tolak KPR karena Pinjol

Sebelumnya diberitakan, Chief Economist Bank Tabungan Negara (BTN) Winang Budoyo mengatakan sekitar 30 persen pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi ditolak karena nasabah masih memiliki status kredit macet pada pinjaman online (pinjol).

“Paling tidak 30 persen aplikasi KPR subsidi terpaksa kami tolak karena nasabah memiliki tunggakan pinjol,” kata Winang saat media briefing di Bandung, Kamis (23/11/2023).

Padahal, sambung Winang, jumlah tunggakan nasabah terkadang bukan nominal yang besar, misalnya hanya sebesar Rp100.000 hingga Rp20.000. Meski begitu, bank tetap menolak pengajuan KPR nasabah.

“Menyedihkannya, hanya dengan menunggak Rp100 ribu, nasabah jadi tidak bisa ikut KPR. Itu kenyataan yang harus kita hadapi,” tutur Winang.

Dia menyayangkan kondisi tersebut. Pasalnya, kebutuhan perumahan atau backlog perumahan di Indonesia masih cukup tinggi, yakni sekitar 12,7 juta.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan layanan pinjol atau sejenisnya.

Hal itu disebabkan tunggakan pada pinjol akan tercatat pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dan berdampak pada credit scoring yang buruk, sehingga mereka tidak bisa mengajukan KPR.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menyarankan masyarakat, terutama anak muda, untuk menggunakan berbagai layanan yang diberikan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sesuai dengan kebutuhan.

“Harus paham produk dan jasa keuangan. Gunakan apa yang tepat sesuai dengan kebutuhanmu. Jangan besar pasak daripada tiang, jangan terjerat,” ujar Kiki.

Adapun untuk regulasi pinjol, OJK menetapkan suku bunga maksimum pinjaman online dari penyelenggara industri fintech peer-to-peer lending turun secara bertahap setiap tahun berkisar dari 0,3 persen hingga 0,067 persen mulai Januari 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya