SOLOPOS.COM - Bisnis ekspor Batik Danar Hadi turut terdampak Pandemi Covid-19 maupun perang Rusia-Ukraina. Foto diambil saat fashion show bertajuk Inspiring Ramadan di griya Wuryoningratan, Jl Slamet Riyadi, Solo, Kamis (15/6/2017). (Sunaryo Haryo Bayu1438H/Solopos/JIBI)

Solopos.com, SOLO — Setelah pandemi Covid-19, pengusaha ekspor di Soloraya harus menghadapi perang Rusia-Ukraina yang turut berdampak pada penjualan mereka.

Divisi ekspor PT Batik Danar Hadi, Eko Sudarsono, mengatakan selama 2020-2022, pesanan turun dibandingkan tahun 2019 karena pasar Eropa terdampak perang Rusia-Ukraina.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“Saat ini sudah mulai stabil setelah 2 tahun sebelumnya cenderung turun. Kemarin turun selain karena Covid-19 juga disebabkan naiknya harga minyak dan gas yang terdampak perang Rusia-Ukraina. Perang itu juga berdampak pada pasar Eropa tujuan ekspor kami,” ujar Eko  saat dihubungi Solopos.com, Selasa (14/2/2023).

Perang Rusia-Ukraina juga menyebabkan harga kapas dunia melonjak sehingga berdampak pada tingginya harga kain beberapa bulan belakangan.

Keuntungan yang didapatkan PT Batik Danar Hadi pun semakin kecil. Eko menjelaskan walaupun harga kapas dunia sudah turun, harga kain putih belum turun secara signifikan.

Usaha furniture juga terdampak perang ini. Pemilik usaha furniture di Karanganyar, Joko Mulyanto, mengatakan pasar ekspornya meredup disebabkan perang Rusia-Ukraina.

“Pasar perusahaan saya ada di Jerman, Belanda, dan Spanyol, selanjutnya di Australia dan Amerika Serikat (AS). Pasar ini semakin lemah karena konflik Rusia-Ukraina,” ujar Joko melalui sambungan telepon, Selasa.

Sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor, tentunya melemahnya pasar sangat mempengaruhi pendapatan. Joko menjelaskan ekspor sudah lemah sewaktu Covid-19 menyerang dan sekarang diperparah perang Rusia-Ukraina.

Selain tantangan perubahan pasar, regulasi pemerintah adalah tantangan yang dihadapi perusahaan PT Limaraya Sejahtera Energi.

Perusahaan ini mengekspor minyak jelantah dan limbah turunan sawit ke Malaysia, Singapura, dan Belanda. Minyak jelantah diekspor untuk selanjutnya dijadikan avtur atau bahan bakar pesawat.

Pemilik usaha PT Limaraya Sejahtera Energi, Danang Wasudeva, mengatakan regulasi pemerintah yang mengharuskan perusahaan menerapkan domestic market obligation (DMO) dengan distribusi minyak bersih ke masyarakat cukup sulit.

“Kami harus distribusi minyak dulu ke warga, yang artinya perlu mencari pasokan minyak bersih untuk didistribusikan. Aturannya 100 ton distribusi minyak bersih baru bisa ekspor 600 ton minyak jelantah,” papar pria yang akrab disapa Deva itu.

Beruntungnya, selama ini perusahaan Deva berhasil memenuhi kuota distribusi minyak bersih 100 ton ke masyarakat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya