Bisnis
Kamis, 25 Agustus 2022 - 12:31 WIB

APBN Tanggung Beban Pensiunan PNS Rp2.800 Triliun, Reformasi Sistem Diperlukan

Wibi Pangestu Pratama  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan menyatakan bahwa selama ini pemerintah menanggung penuh iuran pensiun dari pegawai negeri sipil atau PNS, hingga bebannya mencapai Rp2.800 triliun.

Oleh karena itu, reformasi sistem pensiun dari aparatur sipil negara atau ASN harus segera dilakukan. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menyebut bahwa jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang menanggung seluruh kewajiban itu mencapai Rp2.800 triliun untuk pemerintah daerah dan pusat.

Advertisement

“Estimasinya [belanja iuran pensiun] Rp900 triliun oleh [pemerintah] pusat, Rp1.900 itu untuk daerah, dibagi beberapa provinsi dan kabupaten,” ungkap Isa, Rabu (24/8/2022).

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menjelaskan bahwa saat ini APBN menanggung belanja pensiun seluruh PNS, mulai dari ASN pusat, TNI, Polri, bahkan ASN di daerah. Pemerintah sebagai pemberi kerja memang berkewajiban membayar iuran pensiun ASN sebagai pekerjanya.

Advertisement

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menjelaskan bahwa saat ini APBN menanggung belanja pensiun seluruh PNS, mulai dari ASN pusat, TNI, Polri, bahkan ASN di daerah. Pemerintah sebagai pemberi kerja memang berkewajiban membayar iuran pensiun ASN sebagai pekerjanya.

Pekerja semestinya turut membayar iuran pensiun, karena skema yang berlaku saat ini adalah pemerintah dan ASN harus membayar iuran sebesar 4,75 persen dari gaji pekerja terkait. “ASN, TNI, Polri memang mengumpulkan dana pensiun di PT Taspen (Persero) dan di PT Asabri (Persero), tetapi untuk pensiunnya mereka [pekerja] enggak pernah membayarkan, yang membayarkan APBN penuh,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Rabu (24/8/2022).

Baca Juga: Opsi Pemerintah Soal Harga BBM: Tambah Subsidi atau Bansos

Advertisement

“Apalagi nanti kalau kita lihat jumlah pensiunan [PNS] yang akan sangat meningkat. Maka, reform di bidang pensiun menjadi sangat penting,” katanya.

Di lain sisi, Sri Mulyani Indrawati juga menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat langsung menambah anggaran subsidi energi, khususnya untuk stabilisasi harga bahan bakar minyak atau BBM.

Pemerintah akan tetap menggunakan anggaran Rp502 triliun sesuai keputusan bersama Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI. Dia menjelaskan bahwa pada dasarnya pemerintah akan mengacu kepada persetujuan DPR dalam hal penganggaran.

Advertisement

Baca Juga: Inflasi Hingga 6 Persen Menghantui jika Harga Pertalite Rp10.000 per Liter

Oleh karena itu, pemerintah tidak dapat mengubah besaran subsidi karena belum terdapat pembahasan maupun persetujuan dari para anggota dewan.

“Alokasinya sesuai dengan peraturan presiden itu, yang sudah di approve oleh DPR saja, sebanyak Rp502 triliun. Makanya kalau jumlahnya melebihi itu memang harus diperlukan keputusan untuk tahun ini atau meluncur tahun depan,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Rabu (24/8/2022).

Advertisement

Dia menyebut bahwa jika beban subsidi ternyata melebihi asumsi awal, anggarannya berpotensi mundur ke tahun depan. Artinya, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023 berpotensi akan menanggung beban subsidi pada 2022.

Kondisi tersebut sudah terjadi pada tahun ini, yakni pemerintah membawa (carry over) kewajiban kompensasi energi Rp104 triliun dari 2021. Kewajiban itu sudah dibayarkan pada semester I/2022, yang menjadi bagian dari anggaran subsidi Rp502 triliun pada tahun ini.

“Kalau seandainya nanti ada tagihan yang lebih banyak, diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan [BPK], ya berarti meluncur ke tahun 2023 dan membebani APBN 2023, seperti itu,” katanya.

Baca Juga: Konsumsi BBM Melonjak, DPR Usul Ada Fatwa MUI Pembelian BBM Subsidi

Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa kondisi saat ini telah melewati berbagai asumsi makro dalam penganggaran subsidi energi. Misalnya, tingkat konsumsi BBM berpotensi menyentuh 29 juta kiloliter, padahal penambahan subsidi menggunakan asumsi 23 juta kiloliter.

Harga minyak dunia masih bergerak di US$104,9 per barrel, padahal pemerintah mematok asumsi US$100 per barrel. Lalu, nilai tukar rupiah pun masih bergerak di kisaran 14.750, sementara asumsi APBN adalah di 14.450.

Kemenkeu memperkirakan bahwa jika kondisi itu terus berlanjut, kebutuhan anggaran subsidi BBM akan meningkat Rp189 triliun, sehingga totalnya pada 2022 mencapai Rp700 triliun. Perhitungan itu bahkan hanya mencakup pertalite dan solar, belum termasuk liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram dan listrik.

“Kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa-apa, maka Rp502 triliun tidak akan cukup,” kata Sri Mulyani, Selasa (23/8/2022).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif