SOLOPOS.COM - Pameran Safe Festival di Sport Hall Terminal Tirtonadi Solo, Selasa (14/12/2021). (Solopos/Chelin Indra Sushmita).

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO — Polemik thrifting makin panas setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk membereskan persoalan impor ilegal berupa produk tekstil bekas yang dinilai mengancam industri lokal. Hal itu membuat para pelaku bisnis thrifting ancang-ancang mengubah haluan.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Merespons hal tersebut, pelaku usaha thrifting meminta kelonggaran dan memilih ancang-ancang berganti usaha lain. Sementara penyelenggara event thrifting memilih menunda kegiatan dan menunggu perkembangan kebijakan pemerintah.

Pemilik toko thrifting sepatu MRCL.ID, Andre, menguraikan banyak orang yang mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan berbisnis thrifting ini. Ia menguraikan pelaku usaha thrifting ini memilih ancang-ancang ganti usaha namun juga menunggu perkembangan kebijakan saat ini.

“Selidiki dulu dari yang paling atas, kenapa barang seperti itu bisa masuk atau lolos ke dalam negeri. Jangan langsung melarang pemainnya, karena kami juga pakai modal untuk membelinya. Kami anak muda cuma melihat celah bisnis atau usaha, apa yang diminati masyarakat sekarang,” ujar Andre saat dihubungi Solopos.com pada Senin (20/3/2023).

Selain itu, menurut Andre, ketika benar-benar dilarang dan tidak bisa berjalan kembali. Ia menilai pemerintah perlu memberi waktu untuk menghabiskan barang-barang yang sudah telanjur dibeli, tidak dengan tiba-tiba menghentikan tanpa solusi.

Persoalan ini juga membuat penyelenggara event thrifting, Sindu, memilih menunda event thrifting yang rencananya digelar pada April 2023 di Karanganyar. Terakhir, pihaknya menggelar event thrifting di Terminal Tirtonadi, Solo.

“Kami dari penggiat ya sebenarnya enggak bisa ngapa-ngapain juga, wong ada larangan kami enggak bisa jalan. Yang kedua, kalau nanti barang sulit, seller enggak dapat barang, jadi enggak bisa jualan,” papar Sindu.

Sindu menegaskan ia tidak berani mengambil risiko dan memilih berhenti dan meredam dulu event thrifting. “Semua teman-teman penggiat ya harus legowo harus berhenti dulu, daripada nanti semua kena imbas. Karena banyak orang yang makan dari sini, dari event thrift atau pedagang-pedagang lain yang jualan. Sebenarnya perputaran ekonominya sangat tinggi, dalam arti itu bisa menjadi penghidupan teman-teman tenant,” ujar Sindu.

Sindu menguraikan bahwa konsumen sendiri masih memilih membeli barang baru ketimbang bekas. Karena dianggap telah masif, thrifting ini dinilai sebagai bahaya.

Dalam satu kali event yang berlangsung selama tiga hari ada puluhan tenant yang tergabung. Mereka bermain omzet pada kuantitas atau kualitas barang. “Kalau omzet bervariasi sekali, ada tenant ada yang main kuantitas, main yang Rp100.00 dapat tiga. Ada tenant yang main kualitas, dia itu menjual barang-barang branded aja, tapi harganya bersaing,” papar Sindu.

Sindu menambahkan jika dipukul rata omzet pedagang dalam lima hari sebesar Rp10 juta yang bisa dipakai untuk bayar sewa kios dan kulakan kembali. Namun masih ada tenant yang memperoleh omzet di bawah Rp10 juta.

Dengan adanya situasi seperti ini, menurut Sindu banyak dari pelaku usaha thrifting yang takut barang menjadi mahal. Banyak akun marketplace dengan embel-embel thrifting yang sudah di-banned, bahkan ada pula pelaku usaha yang memilih mencopot plang toko offline mereka dan mengganti akun Instagram untuk jualan barang thrift dengan nama lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya