SOLOPOS.COM - Suasana talk show Asmindo Bangkit, Dukung Indonesia Kuat, di Solo Techno Park, pada Selasa (25/7/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Pasar ekspor produk mebel Indonesia masih lesu di tengah beberapa tantangan, misalnya ancaman resesi global. Pelaku usaha industri mebel saat ini berfokus pada pasar domestik.

Ketua Umum DPP Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Dedy Rochimat, menjelaskan perkembangan ekspor mebel Indonesia masih lesu akibat pandemi Covid-19. Selain itu inflasi yang hebat sebab imbas perang Rusia-Ukraina.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Untuk mengatasi lesunya pasar ekspor ini pihaknya mengadakan kembali pameran IFFINA, Indonesia Mebel & Design Expo 2023 di Jakarta pada September 2023 nanti. Pameran tersebut telah diadakan sejak 2008 dan sempat vakum beberapa tahun.

“Kalau angka ekspor sendiri sampai sekarang, semester pertama, saya tahun 2022, kita itu mencapai 2,81 miliar dolar. Terus 2023 agak melemah,” ujar Dedy saat ditemui Solopos.com di sela-sela acara pengukuhan pengurus Asmindo Soloraya dan talk show bertajuk Asmindo Bangkit, Dukung Indonesia Kuat, di Solo Techno Park, pada Selasa (25/7/2023).

Hingga saat ini pasar ekspor mebel Indonesia didominasi ke kawasan Amerika dan Eropa. Namun menurut Dedy, pasar ASEAN hingga Asia Timur juga patut dilirik karena kultur yang mirip. Dalam talk show, Dedy menjelaskan pentingnya switch market untuk mempertahankan pasar ekspor mebel Indonesia.

Selain itu untuk menguatkan pasar domestik, adanya proyek ibu kota baru, IKN dari pemerintah bisa melibatkan pelaku usaha lokal. Potensi bahan baku produk mebel yang besar, misalnya dengan hutan seluas 70 juta hektare serta pasokan rotan yang melimpah menjadi keuntungan bagi Indonesia. Namun, permasalahannya, lanjut Dedy berada di rantai pasok bahan baku. Misalnya dari penebangan hingga perajin mebel.

Pembicara talkshow, Anne Patricia dari Homeware International Indonesia menjelaskan tantangan lain pada ekspor mebel adalah deforestasi. Sedangkan, produk mebel berbahan kayu jati masih diminati.

Deforestasi menjadi tantangan pemberlakuan Undang-Undang Deforestasi yang harus dipenuhi para eksportir terkait bahan baku. Pasar ekspor ke Benua Biru bakal lebih ketat lantaran bahan baku untuk furnitur tidak diperbolehkan berasal dari pohon liar. Anne menjelaskan sektor kelapa sawit juga terdampak akibat regulasi tersebut, di samping furnitur.

Menyiasati hal ini, Anne menilai pelaku usaha mebel perlu memanfaatkan sumber baru di samping kayu jati. Misalnya ketika 1990-an harga kayu jati sempat meroket dan ia beserta ayahnya memilih menggunakan kayu bakiak yang biasanya digunakan untuk outdoor furnitur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya