SOLOPOS.COM - Peresmian Laboratorium Kateterisasi Jantung (Cath Lab) RS UNS oleh Direktur RS UNS Hartono dan Kepala Dinas Kesehatan Sukoharjo Tri Tuti Rahayu pada Kamis (10/8/2023). (Solopos.com/Maymunah Nasution).

Solopos.com, SUKOHARJO — Dokter subspesialis aritmia dan pacu jantung Rumah Sakit Universitas Negeri Sebelas Maret (RS UNS), Irnizarifka, menegaskan ada risiko besar dari kondisi gangguan irama jantung atau aritmia.

“Salah satu risiko aritmia adalah berhenti jantung, jadi kondisi ini memang harus ditangani sesegera mungkin,” papar Irnizarifka saat diwawancara Solopos.com selepas acara Dies RS UNS, Kamis (10/8/2023).

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Irnizarifka menegaskan gangguan tersebut dapat menyerang manusia sejak usia muda. Penyebab gangguan tersebut bermacam-macam, termasuk genetik.

Pola hidup yang kurang baik juga mampu menimbulkan gangguan ini, terlebih bagi pengidap diabetes maupun darah tinggi.

Irnizarifka menyarankan olahraga minimal 30-60 menit setiap hari selama lima kali seminggu disertai diet rendah garam dan lemak bisa menjadi pola hidup yang baik untuk menghindari aritmia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur RS UNS Hartono menjelaskan penyakit jantung dan pembuluh darah sudah lama diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pembunuh nomor satu di dunia.

Dia juga mengingatkan jika kondisi tersebut diprediksi akan terus meningkat karena bertambahnya populasi masyarakat lanjut usia (lansia).

Penyebab lainnya adalah meningkatnya angka kejadian diabetes mellitus dan hipertensi sebagai faktor risiko dari penyakit jantung koroner (PJK).

“Beberapa tahun terakhir, BPJS Kesehatan juga sudah mengeluarkan rilis resmi bahwa penyakit kardiovaskular merupakan penyakit katastropik yang selalu menduduki peringkat pertama dari sisi jumlah kasus dan anggaran pembiayaan yang setiap tahun semakin meningkat jumlahnya,” ujar Hartono.

Tantangan berikutnya yakni jumlah dokter subspesialis elektrofisiologis jantung masih sedikit. Hartono menyebutkan ada sekitar 50-an dokter subspesialis elektrofisiologis jantung di Indonesia, tetapi yang aktif hanya 34 saja.

Dari 34 dokter tersebut, hanya ada total 5 dokter yang menangani wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan sebaran 2 dokter di Semarang, 1 di Solo, dan 2 lainnya di Yogyakarta.

Sementara itu Jawa Timur memiliki tiga dokter subspesialis elektrofisiologis jantung dengan sebaran 2 dokter di Surabaya sementara satu lagi di Malang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya